Yola melempar ponselku dan berdiri dari ranjang sambil berkacak pinggang. “Bisa-bisanya dia bilang ada yang salah dengan cara lo mengajar. Santika ini nggak berkaca kali ya? Karyawannya sendiri gonta-ganti setiap tahun ajaran. Nggak ada yang betah kerja sama dia. Malah sibuk nyalahin orang lain.”
“Aku memang nggak tegas ya, La?”
Yola menggeleng dan meremas kedua bahuku. “Jangan mau kena gaslighting sama si Santika. Lo itu guru paling berdedikasi yang gue kenal.”
Aku memandanginya. Masih sulit menerima pembelaan Yola terhadapku. Kalaupun aku memang guru yang baik, seharusnya tidak perlu ada masalah dengan Paul.
Yola duduk lagi di ranjang, di sebelahku. Tangannya mengusap bahuku terus menerus. “Bukan sepenuhnya salah lo. Orangtuanya juga salah karena nggak responsif, padahal lo sudah coba menghubungi mereka. Mereka juga nggak bisa seenaknya melepas anak kelas empat SD untuk belajar sendirian.”
“Mungkin mereka sibuk, La,” kilahku.
“Semua orang juga sibuk, Cheska,” bantah Yola. “Tapi mereka masih menyempatkan diri untuk mendampingi anak-anaknya. Menyisihkan sedikit waktu untuk anak nggak bikin mereka kehilangan pekerjaan atau usahanya merugi. Seharusnya.”
Aku terdiam. Ucapan Yola ada benarnya. Aku meninggalkannya sendirian di tepi ranjang. Kamarku yang tidak terlalu besar ini mulai terasa pengap. Kusibak gorden yang menutupi satu-satunya jendela, lalu membukanya.
“Mungkin lo perlu resign dari sekolah itu. Masa kerja lo udah lumayan lama, dan kinerja lo juga bagus. Gue yakin lo nggak akan kesulitan menemukan sekolah lain yang mau terima karyawan teladan seperti lo,” kata Yola sambil membaca kembali pesan dari Ndoro Santi di ponselku. “Untung gue udah resign duluan. Bisa-bisa gue ajak berantem ini orang kalo dia ngomong begini sama gue!”
Aku tersenyum. Bisa kubayangkan hal semacam itu akan benar-benar terjadi kalau saja seandainya Yola masih bekerja di sekolah yang sama denganku. Menjadi kacung kampretnya Ndoro Santi.
Yola mungkin geram karena aku kembali membuka laptop, berniat menyempurnakan bahan ajar untuk besok. “Udahlah, Cheska. Jangan berkerja mati-matian. Kalo lo kelelahan terus mati, sekolah tinggal mencari pengganti.”