Sudah lebih dari lima belas menit mengobrol, aku baru menyadari kejanggalan pada layar ponselku. Di sekitar Roman, keadaan begitu gelap tapi bisa kupastikan dia tengah berada di dalam mobil. Dia belum sampai ke apartemennya? “Eh, ini kamu sedang di mana sih, Mas? Kok dari tadi aku nggak dengar suara Paul atau Mas Rowan?”
Roman mengerling padaku. “Aku di depan rumah kamu,” ujarnya.
Nada jenaka pada suaranya sama sekali tidak mempengaruhiku. Yang ada aku malah kalang kabut dibuatnya. Kulempar ponsel lalu berlari ke jendela untuk memastikan kebenaran ucapannya. Tidak ada tanda-tanda mobil yang berhenti. Dalam seketika, debar kencang di dadaku langsung mereda.
Saat aku kembali menghadapinya di layar ponsel, Roman tertawa terbahak-bahak. Dia terlihat senang sekali karena telah mengerjaiku. Dia terus tertawa sekalipun aku diam saja.
“Maaf, maaf. Ini aku sedang di parkiran apartemen, kok. Sebentar lagi mau naik. Ngerokok dulu sebentar, biar mood balik lagi. Kasihan Paul kalau aku balik-balik masih dalam kondisi mood yang jelek,” terang Roman.
Aku bisa terima alasannya, tapi aku masih merasa kesal. “Jangan diulangi lagi, Mas. Kalo kamu beneran datang ke sini nggak bilang-bilang, aku nggak akan bukain pintu!”
Roman tertawa lagi. “Memangnya kalau aku nggak bilang, aku bisa sampe ke rumahmu?”
Ah, aku baru menyadari bahwa kami belum mengetahui alamat tinggal masing-masing. Aku tahu dia tinggal di sebuah apartemen di Selatan Jakarta, tapi aku tidak mengetahui tepatnya di mana. Begitu juga sebaliknya.
“Kamu udah mau naik, Mas?”
Ramon menggeleng. “Aku mau bikin video Kiki are you riding? dulu buat kamu.”
Jawabannya membuatku seketika terpingkal-pingkal. Lawas sekali referensi bercandanya. “Untuk orang yang nggak punya sosial media, kamu lumayan paham soal yang viral-viral ya, Mas.” Aku menutup mulut, karena menyadari baru saja aku membongkar agenda rahasia dari mulutku sendiri.
“Kamu mencari aku di sosial media?” Mata Roman menyipit.
Aku terdiam. Tidak ingin salah ucap sekali lagi dan mempermalukan diriku sendiri.
“Kamu mau tahu apa? Masa laluku? Kebiasaanku? Atau yang lain?” kata Roman dengan wajah tegang, lalu dia menggesah. “Ches, kalo kamu ingin tahu tentang aku, baiknya tanyakan langsung. Aku nggak keberatan sama sekali, kok. Justru aku senang karena itu berarti bukan cuma aku saja yang penasaran tentang kamu, bukan cuma aku yang ingin mengenal kamu lebih dekat.”