Setelah rasanya puluhan jam menemani Yumi tenggelam dalam kesedihannya sendiri, aku membentaknya ketika dia mulai menasihatiku agar memeriksa lebih baik masa lalu Roman daripada aku menyesal nantinya. Aku tidak butuh nasihat darinya.
“Urus saja hidupmu sendiri,” cercaku. “Dasar sahabat palsu!”
Yumi tiba-tiba tertawa. Semakin lama, tawanya semakin histeris. Aku sampai melirik Yola karena merasa khawatir.
“Bangun, daring! Berhenti memanggil gue sahabat palsu hanya karena gue lebih menikmati hidup gue sendiri daripada menemani kalian meratapi hidup lo lo pada yang nggak ada kemajuan. Kita udah dewasa, kan? Seharusnya lo bisa terima kalo gue emang nggak bisa terus menerus berada di bawah bersama kalian berdua. Jangan jadi cengeng terus menyalahkan gue,” tandasnya tanpa menutupi tatapan yang menyiratkan kebencian.
Aku terdiam. Melihatku tidak berdaya, Yola berusaha membela. Namun, usahanya terpatahkan karena Yumi mencapit bibirnya dengan ujung kukunya yang cantik.
“Lo ngaca deh, Cheska. Soflens bundar dan liptint cuma di bagian bawah bibir aja. Lo pikir ini masih 2014, Sista? Sedih deh gue,” ejeknya sambil memutar bola mata.
Yumi mengotak-atik ponselnya sementara kami berdua berdiam diri. Tidak tahu harus melakukan apa pada makhluk yang datang tanpa diundang ini.
Ponsel Yola berbunyi, tapi dia mengabaikannya. Urusan Yumi dengan ponselnya tampak selesai, dan dia melirik lagi puding yang tergeletak menyedihkan di atas meja. Dia mencolok puding itu dengan telunjuknya, lalu menjilati ujung kuku yang basah oleh sisa puding.
“Manis, sih. Sejauh yang gue ingat, Roman emang semanis ini,” ucap Yumi sambil menatapku lekat-lekat. “Dan seharusnya lo sadar yang gue maksud bukan makanan buatannya, Cheska.”
Yumi melangkahkan kaki berhak tingginya, berkeletak-keletuk sampai ke pintu depan. Sebelum benar-benar menghilang, dia berbalik dan melirik aku dan Yola bergantian. “Oleh-oleh dari gue terserah mau kalian apakan. Dibuang juga gue nggak keberatan.”
“Dan lo mungkin sebaiknya periksa pesan yang gue kirimkan ke ponsel lo sekarang juga, demi kebaikan teman lo yang sedang dimabuk asmara ini,” ucap Yumi sambil menatap gue untuk terakhir kalinya.
Yola melakukannya. Memeriksa pesan yang masuk ke ponselnya, kemudian dia berteriak kencang. Samar-samar, aku mendengar suara tawa Yumi yang memuakkan. Aku merebut ponsel Yola dari tangannya, lalu melihat apa yang ada di sana.
Sebuah video. Roman. Telanjang. Sedang memuaskan dirinya sendiri.
Ponsel Yola jatuh ke lantai, pecah berkeping-keping. Hatiku menyusul tidak lama kemudian.