Romancheese

Oktabri
Chapter #16

#16

Dengan kepala yang berat dan mata yang bengkak, aku terpaksa mengajar daring. Beberapa anak menanyakan kondisiku, yang kutanggapi dengan senyum saja. Bukan cuma tubuhku yang terasa tidak sehat, tapi juga hati dan pikiranku. Namun, Ndoro Santi tidak memberikan izin.

“Sudah enak kerja dari rumah. Sakit dikit ditahan, dong. Kecuali kamu dirawat inap, jangan pernah lagi minta izin untuk tidak mengajar sama saya,” tandasnya.

Di kelas daring tentu saja aku melihat Paul. Dia belajar dengan serius, menyimak ketika aku menjelaskan ulang materi. Ketika Paul tampak kesulitan mengikuti, aku memberi jeda sejenak untuk bertanya padanya.

“Kalau ada yang sulit dipahami, silakan tanyakan saja langsung. Alan? Paul?”

Tidak ada tanggapan darinya. Paul justru mematikan fungsi suara di aplikasinya, dia tampak memanggil seseorang yang bersikeras berada di belakang kamera. Aku mengesah. Ini sudah lebih dari cukup. Aku memutuskan untuk menyudahi penjelasanku dan meminta anak-anak belajar mandiri. Aku menunduk, menyandarkan dahiku di atas meja, memandangi Meng yang bermain-main di antara kakiku.

Hari demi hari berlalu. Aku sudah lebih baik, tetapi tetap tidak ada kabar dari Roman dan Paul terus mengabaikanku. Bedanya, hari ini Rowan, saudaranya Roman, muncul di depan kamera, duduk bersisian dengan Paul untuk menemaninya belajar. Kemiripan yang dimiliki dua bersaudara itu membuat dadaku sesak. Aku tidak sanggup melihat Rowan yang tersenyum di depan kamera, mengingatkanku pada Roman ketika segalanya masih baik-baik saja di antara kami.

Diserang oleh kenangan bersama Roman sekali lagi membuat aku kehilangan kendali atas diriku sendiri. Di depan kamera, aku menitikkan air mata yang segera kuseka sebelum siapa pun menyadarinya. Namun, ternyata aku tidak cukup cepat karena di layarku Paul tengah terpaku. Dia menatapku lekat-lekat sebelum berpaling ketika aku balas menatapnya.

Tepat ketika kelas berakhir, Yola menerobos masuk ke kamarku sambil menggendong Meng. “Ayo makan, dari kemarin malam lo belum makan apa-apa, Cheska,” ajaknya setengah memaksa.

Aku mengesah dan menurutinya kali ini.

Di meja makan, hanya Yola yang bersuara. Menanyakan banyak hal yang hanya kutanggapi sesanggup yang kubisa. Jelas dia menahan kesal karena kelakuanku, tapi aku bisa apa?

“Maaf kalau aku sering merepotkan kamu, La. Kamu bebas kok untuk menendang aku keluar dari rumah ini kalau memang sudah tidak suka aku tinggal di sini lagi.”

Lihat selengkapnya