Tadinya gue merasa cemas sama kondisi Cheska, karena itu gue minta diantar pulang cepat-cepat sama Si Rowan. Tapi, si bajingan satu ini malah menahan gue untuk bermesraan di mobilnya. Padahal tinggal selangkah lagi gue bisa ketemu Cheska, tapi ... ah, sudahlah.
“Aku nggak nyangka bisa senyaman ini sama kamu, Beb,” ucap Rowan.
Sekujur tubuh gue seketika gemetar hebat. Bisa-bisanya ya ini manusia satu bikin gue makin suka hanya lewat ucapan gombal yang keluar dari mulutnya saja. Sialan memang. Dan, oh, ini untuk pertama kalinya dia pakai aku-kamu sama gue. Ya Tuhan, kenapa baru sekarang gue ketemu Rowan. Kenapa enggak dari dulu-dulu saja.
Rowan menyelipkan rambut ke balik daun telinga gue. Tubuhnya perlahan tapi pasti mendekat, dan gue dengan sigap menutup mata untuk menyambutnya.
Duk duk duk!
Rowan tersentak mundur jauh-jauh dari gue dan gue pun melakukan hal yang sama ke arah sebaliknya. Di depan mobil Rowan, ada orang gila yang tengah berkacak pinggang. Dia memelototi gue dan Rowan bergantian. Gue menurunkan jendela di sisi gue untuk berteriak ke orang itu.
“Mau lo apa sih Yumi!”
Bukannya merasa bersalah, Yumi malah semakin garang dan telunjuknya menuding ke arah Rowan. “Jangan berurusan sama dia. Lo tahu sendiri gimana adiknya memperlakukan gue seperti sampah. Bisa-bisa lo mengalami hal yang sama kalo berhubungan sama abangnya.”
Gue mendorong pintu mobil sampai terbuka, lalu mendatangi Yumi.
“Seharusnya lo ngaca, tahu diri! Emang kelakuan lo sendiri yang bangsat. Dan lo nggak usah merasa berhak mengatur hubungan gue sama siapa pun.”
Entah karena ucapan gue yang memang telak menyakiti perasaannya—seperti yang gue inginkan—atau memang dia malas berurusan dengan gue, Yumi berbalik meninggalkan gue sendirian di depan mobil Rowan. Yumi mendendang pintu depan lalu masuk ke rumah gue.
“Masuk aja duluan, Beb. Cheska harus diselamatkan,” kata Rowan.
Gue lega karena punya pacar pengertian macam Rowan ini. Atas izinnya, gue berlari dan merangsek masuk ke dalam rumah, langsung mengarah ke kamar Cheska.
Di dalam kamar itu, terjadi keributan yang tak biasa. Bukan antara Yumi dan Cheska, tapi Yumi dan Meng. Kucing pintar mengeong keras lalu dia menyerang lengan Yumi. Karena Meng masih remaja, tubuhnya dapat disingkirkan oleh Yumi dalam sekali kibasan. Gue menangkap Meng dan membiarkannya kabur jauh-jauh dari kamar.
Cheska yang sejak tadi diam saja di atas kasur tiba-tiba menyerang Yumi. “Kamu kenapa, sih? Datang tanpa permisi, tahu-tahu dudukin kaki kucing orang. Kakinya Meng nggak patah kan, La?”