“Terus kenapa kamu kembali?”
Yumi tertawa cekikikan dan menatapku lekat-lekat. “Tadinya gue cuma iseng mau tahu kabar lo yang kata si berengsek Yola mau menikah. Begitu tahu pacar lo adalah mantan suami gue, mana mungkin gue membiarkan hubungan kalian berjalan dengan mudah. Gue harus menguji lo. Lo harus meyakinkan gue kalo lo adalah pasangan yang layak untuk Roman, juga ibu yang baik untuk anak gue.”
“Oh, aku baru tahu. Ternyata kamu sangat peduli sama hidup orang-orang yang sudah kamu tinggalkan,” sindirku.
Di luar dugaanku, Yumi cekikikan lagi. Mungkin dia mengira aku tengah memujinya.
“Roman itu pasangan yang penuh cinta, Ches. Tapi gue butuh lebih dari sekadar cinta. Dan gue kenal lo luar dalam. Berbeda dari gue, lo pasti merasa cinta sudah lebih dari cukup untuk hidup lo. Gue yakin lo bisa terima Roman apa adanya, termasuk masa lalu terburuknya. Bener, kan?”
Aku mengangguk ragu.
“Semua orang pernah melalukan kebodohan. Bedanya, ada yang merekamnya ada pula yang tidak. Ada yang menyebarkan video kebodohannya itu, ada juga yang tidak. Ada yang membuat video aib itu jadi viral dan ada juga yang tidak. Ada yang bisa terima, ada juga yang tidak.”
Aku terdiam.
Yumi pergi dengan meninggalkan sejuta pertanyaan di benakku.
Beberapa jam berlalu, Yola pulang dan menatapku dengan penuh rasa ingin tahu. Menutut cerita karena dia mengira pasti terjadi sesuatu di antara aku dan Roman. Rowan dan Paul duduk di lantai tidak jauh dari kami berdua yang memenuhi sofa.
“Tidak terjadi apa-apa. Kurang dari sepuluh menit kalian pergi, Roman pulang.”
“Ah, masa!”