Hari itu di pemakaman, hari di mana jasad bersatu dengan tanah, saat-saat terakhir di mana orang-orang terkasih dapat melihat tubuh orang tercintanya yang telah tiada....
“Lihat orang yang di sana? Menurut lo itu manusia atau bukan?” Tanyaku seraya menunjuk seseorang di pojok pemakaman.
“Hmm, nggak tahu sih, tapi kayaknya manusia biasa.”
“Iyap, tapi apa yang berbeda?”
“Entahlah, memangnya apa?”
“Kalau pribahasa sekarang menyebut orang-orang seperti itu dengan sebutan 'indigo'. Dia itu bisa melihat kita. Bahkan, nggak sedikit dari merekadapat berkomunikasi dengan kita. Makanya kita bisa memanfaatkan orang-orang indigo itu untuk terhubung dengan alam dunia.”
“Bagaimana cara membedakannya?”
“Mungkin lo belum merasakannya, tapi lo akan belajar. Pokoknya, kalau sudah bisa membedakan akan terasa berbeda dari manusia biasanya.”
“Kasih tahu! Please….” Tingkah sok manja Vian kembali keluar.
“Ogah."
“Huh, ngeselin!”
Kini, upacara pemakaman di mulai. Tubuh Vian dikeluarkan perlahan dari mobil jenazah, lalu di masukkan ke dalam lubang jenazah.
“Lucu juga ya, bisa melihat tubuh sendiri dimakamkan.”
"Lo nggak sedih gitu?"
"Biasa aja."
“Gue malah ambigu, aneh aja rasanya,” sahutku.
“Eh, lihat! Tanahnya mulai dimasukkan!”
Kini, tubuh Vian telah tertimbun dengan tanah. Kini saatnya orang-orang yang berdatangan mulai mendoakan.
“Bisa ke dalam ga sih?” Tanya Vian.
“Coba saja.”
Vian lalu menghilang, dan tak berselang lama ia kembali menghampiriku.
“Di sana gelap, tak ada suara, dan bau darah.”
“Ya wajar saja, kan lo mati tertabrak, masa iya yang keluar minyak tanah, pasti darahlah! Makanya tubuh lo bau begituan.”
“Hehe, iya juga ya,” responnya.
Sembari menunggu para pelayat, Aku dan Vian melipir di sebuah pohon besar yang tak jauh dari pemakaman. Vian mulai bertanya-tanya mengenai hari pemakamanku. Pastinya, Aku pun sibuk menjawab jutaan pertanyaan yang digelontorkan Vian. "Bertanya terus, seperti wartawan," pikirku.
Kini pemakaman telah selesai dilaksanakan. Orang-orang yang tadi mengunjungi pemakaman Vian kini mulai bepergian.
“Sekarang apa?”
“Ya ngapain lagi? Nunggu kiamat sepertinya.”
“Yah ga seru! Ga bisa ngapa-ngapain dong? Ke Timez*ne gitu?”
“Dasar mantan manusia. Lo harus beradaptasi lah! Kita ini hantu, h-a-n-t-u!”
Vian memelas. Kini ia tampak kebosanan.
Tiba-tiba saja seorang bapak tua muncul dari balik pohon tempat kami berteduh, ia menghampiri kami.
"Anak baru ya?" Tanyanya.
"Hehe, iya pak." Vian mencoba menjawab, walau dengan tingkah yang serba salah.
"Selamat datang di alam baru. Pasti kamu merasa aneh kan? Tenang saja, nanti juga kamu terbiasa"
"Ya sudah, saya mau mendata kamu sebagai pendatang baru. Siapa nama kamu?"
"Vian pak, Vivian Prianka Putri Semesta."
"Bagus juga ya nama kamu. Data di nisan kamu sudah sesuai?"
Vian tertegun, sepertinya ia kaget dengan pertanyaan tersebut.
"Su...Sudah pak, sepertinya sudah."