Hari-hari terakhirku bersama Fira adalah saat yang tidak pernah Aku lupakan. Aku mengingat bahwa perpisahan tersebut adalah perpisahan yang sangat memilukan. Sepasang kekasih bertengkar layaknya anak remaja yang baru mengenal apa itu berpacaran. Ego, ego, dan ego. Percakapan hari itu hanya berisi kalimat-kalimat pembenaran. Padahal, kalau dipikir-pikir, kami berdua sama-sama salah. Aku yang keras kepala dengan pikiranku, sementara Fira dengan klarifikasinya atas tindakan yang telah ia lakukan.
Di sela-sela kesibukannya, Fira diketahui telah mengambil pekerjaan paruh waktu di sebuah minimarket. Dilalanya, ia baru mengatakannya kepadaku setelah beberapa bulan kemudian. Untuk tambah-tambah uang kuliah, katanya. Namun, atasan Fira di minimarket tersebut menaruh hati kepadanya. Ia memberikan dan membelikan banyak hal untuk Fira, tanpa Fira pernah memintanya. Sayang, Fira memanfaatkan kondisi tersebut, tentunya tanpa memberi klarifikasi kepadaku. Fira dan atasannya mulai sering menghabiskan waktu bersama, yang sudah tentu di luar jam kerjanya. Pertama, Aku memergokinya sehabis diantar pulang oleh atasannya. Fira mencoba menjelaskan dan Aku memakluminya. Ku pikir karena atasannya memang pulang searah.
Gelagat aneh Fira semakin sering Aku temukan. Hal demikian berjalan beriringan dengan amarahku yang semakin menyudutkan Fira hingga ia tidak dapat menyatakan apa-apa. Puncaknya, ketika Aku menjemput Fira dari minimarket tempatnya bekerja. Aku tidak menemukan Fira ada di sana. Menurut rekannya, Fira pergi menemani atasannya ke sebuah acara reuni. Aku langsung menembaknya dengan sejuta pertanyaan di kolom chat. Fira yang tampaknya tidak mau mengambil pusing hanya memberikan lokasi tempat mereka berdua menuju. Impulsif, Aku pergi menemuinya saat itu juga,
Share location yang dikirimkan Fira rupanya menunjuk ke sebuah restoran di pusat kota. Di parkiran depan, tampak sejumlah mobil berderet rapi, dan tentunya terdapat mobil yang kukenal, mobil atasan Fira. Aku bergegas masuk ke dalam, Aku menemui mereka sedang makan malam bersama di sebuah meja panjang. Fira yang terkejut lalu berdiri dengan maksud untuk menghampiriku. Sementara itu, atasannya bergegas menahan Fira.
“Brukkk!” Aku menghujam wajah atasannya dengan sebuah pukulan keras.
“Brengsek! Ke sini lo bangsat!” Aku meneriakinya.
Sementara atasannya terkapar lemas dan mengeluarkan darah dari hidung, teman-temannya bergegas meleraiku.
“Kamu apa-apaan sih Malik!” Fira merespons.
“Lo gausah berisik, perek!” Aku meneriakinya spontan.
Fira menangis mendengarkan hal tersebut. Sementara Aku yang masih emosional berupaya menariknya keluar dari ruang privat tersebut. Terjadi insiden tarik menarik di antara Aku dan Fira.
“Gausah narik-narik Aku!” Fira berbicara di antara tangisannya.
“Jangan banyak drama!”
“Cukup! Malik Cukup!”