Biarpun begitu, Dean tak sedikit pun menyesal pernah jatuh cinta padanya meski itu dalam ranahnya seorang. Percayalah, nasib bilangan imaginer tersebut tak berakhir tragis. Karena jauh setelah si Cardano meninggal, banyak para pakar matematika dan ilmuwan yang mengembangkannya.
Yang tadinya hanya bilangan khayal, ternyata memiliki kelebihan dalam menghitung pergerakan osilasi dan gelombang. Sehingga banyak digunakan dalam perangkat komunikasi, mulai dari telepon hingga wifi. Bahkan analis imaginer tersebut dapat menakar posisi sumber tsunami. Menakjubkan bukan?
* * * * * * * * * *
"De, ada kak Kalisha , tuh ....," kata Bagas dengan seringai menjengkelkan miliknya, tanpa melihat kelas yang sudah dimulai sejak tadi.
"Apa, sih? Kau tak lihat kita sedang belajar sekarang?" sergah Dean seraya menulis rumus kimia yang sederhana bagi dirinya, Konstanta kesetimbangan.
Mau berterus terang pun, sebenarnya dia ingin menatap ke arah luar kelas sana. Meskipun dengan jarak yang tak memungkinkan ini, Dean bisa melihat secara eksplisit dan spesifik. Mudah sekali menganalisa seorang di ujung sana.
Kepang dua yang tergerai permai. Elegan dan rupawan. Membuatnya seperti puteri dari negeri dongeng. Lihatlah Dean sekarang, sekarat dengan akumulasi kimia dan romansa. Sungguh jenius dia bisa terhindar dari definisi gila.
"Nanti temani aku ke kantin ya, De," pinta Bagas sambil menunjuk perutnya.
"Bukannya kau terbiasa sarapan?" kata Dean. Sedikit dia alihkan pandangan ke arah Pak Sugiono sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Manipulasi dari objek utama yang sebenarnya. Apalagi kalau bukan soal Kalisha.
"Yahhh, aku kan butuh asupan lebih. Kimia membuat ion tubuhku sedikit tereaksikan, kawan. Ayolah ....," pinta Bagas dengan tampang memelas sambil memegang bahu Dean.
"Okay, but don't overeat!" ujar Dean dengan tegas. Mengingat selera makan Bagas yang melambung tinggi saat melihat bakso. Anehnya badan Bagas tetap bagus dan terlihat atletis.
"Don't worry," kata Bagas seraya menunjukkan jempolnya.
* * * * * * * * * *
"Oi, bukannya kau mau sarapan?" tanya Dean yang langsung sadar bahwa mereka tidak menuju tempat langganan Bagas.
"Hahaha ... Aku mengajak seseorang, nih, biar agak seru." terkekeh Bagas melihat raut muka Dean yang berubah pucat pasi macam mayat.
"Astaga, jangan bilang kalau ...." belum habis Dean berbicara, sudah disambut dengan sebuah seruan kecil.