Romansa Imaginer

Muhammad Arief Rahman
Chapter #6

Memperoleh Momentum

Boleh jadi saat kau terpaku ragu untuk sekedar menyatakannya, saat itulah semesta melakukan korespondensi bersama tuhan. Membantumu tumbuh kuat. Membimbingmu agar tak kenal penat. Akuilah, sejatinya kau senang jika dibantu.

Tapi keduanya seringkali penuh teka-teki. Timbul tiba-tiba tanpa sepengetahuan kita. Karena jika kita tahu pasti apa yang akan terjadi, tidaklah seru bukan? Yakin pasti kiri adalah jurang, kananlah jalan yang mesti kau tempuh. Tak sesederhana itu, bung. Ada masanya kita untuk sedikit lebih beda dari biasanya.

Jangan menganggap hal baik dapat melahirkan hal baik. Sedang hal jahat dapat menciptakan hal jahat. Itu namanya naif. Lantas, apakah kita layak untuk menentukan pilihan yang dirasa orang sedikit melenceng dari skema aturan yang telah diberikan? Jawabannya satu, mungkin.

Terkadang pola-pola yang sudah ada mesti mengandung pesan bahwa kita harus membuat sebuah pola yang nantinya bisa menjadi penyempurna bagi yang sebelumnya. Meski itu tak beraturan. Bukan berarti itu tak beretika. Hanya demi menjalankan sebuah kesinambungan yang layak diperjuangkan.

* * * * * * * * * *

Ternyata kemampuan Dean dalam bidang kedokteran tersebut bukan isapan jempol semata. Pasiennya kini telah membaik dengan sangat cepat. Meski sebelumnya diagnosis penyakit yang ia derita menyatakan bahwa umurnya tak akan lama, Dean seakan membumihanguskan seluruh duka dan lara bagi pihak keluarga pasien tersebut.

"Dokter Dean, maaf mengganggu waktu istirahat anda. Bapak Satya Adi Nugroho ingin berbicara dengan anda," lapor junior Dean yang magang di rumah sakit itu.

"Baik, saya akan ke sana sekarang," ucap Dean yang baru saja mengirim pesan kepada Bagas. Ia segera mengenakan jas dokter miliknya.

"Beliau sekarang berada di kamar VVIP no. 02, Dok."

Dean segera pergi ke kamar yang memiliki kenyamanan dan fasilitas terlengkap tersebut. Begitu pentingnya pasien itu hingga pintu depan kamarnya disediakan bodyguard berperawakan garang dan gagah. Keduanya adalah orang kepercayaan dan memiliki loyalitas dan kualitas yang tinggi. Dean yang ingin masuk pun segera diperiksa dan dipastikan secara akurat sebelum masuk. Memang profesionalitas yang patut diakui, meski terlalu berlebihan.

"Selamat siang, Pak Satya. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya Dean sambil membungkukkan hormat kepada beliau.

"Ah, akhirnya anda datang juga Dokter Dean. Mari, duduklah disamping saya ini." kata Pak Satya seraya mempersilahkan Dean untuk duduk di salah satu sofa kamar tersebut.

"Bagaimana kondisi anda saat ini? Apakah sudah lebih baik?"

"Amat sangat baik. Terima kasih anda sudah menyelamatkan nyawa saya. Mungkin saya sudah terbujur kaku jika tanpa bantuan anda." kata Pak Satya yang tersenyum lebar kepada Dean.

"Sudah menjadi tugas saya, Pak."

"Oke, saya langsung ke inti permasalahan saja, ya," ucap Pak Satya sambil memberi kode kepada asistennya yang sudah berdiri siap sedia. Asisten tersebut segera membuka sebuah koper dan mengambil salah satu kartu berwarna setengah hitam dan menyerahkannya kepada Dean.

"Dokter, sebagai balas budi saya, sekiranya anda bersedia menerima kartu tersebut."

Dean terkejut saat melihat kartu hitam tersebut diserahkan kepadanya. Dipastikan lagi olehnya kartu tersebut dengan seksama. Diusapnya pelan dari ujung hingga ke ujung lagi. Kartu ini, jangan-jangan ...

Lihat selengkapnya