Hanya anggapan semata jika tak terlalu paham manakala dunia begitu indah berputar. Semuanya musti dan pasti berubah. Karena sang hukum semesta pertama tak akan pernah bisa singgah. Sejenak pun mana peduli dengan sekitarnya. Sedetik pun mana sudi menolehkan pandang.
Ialah waktu, yang dengan namanya Tuhan bersumpah. Betapa rugi mereka yang tak benar paham, menyertai waktu adalah harapan. Badai pasti berlalu, karena waktu tak kenal lelah berjalan. Hujan segera reda, sebab waktu tak pernah mengenal kata usai.
Ketahuilah, boleh jadi satu-satunya hal yang takkan musnah di semesta ini adalah waktu. Bagaimanalah, sebab amat mustahil ia musnah dan tiada. Bagaimana kehidupan akan berjalan setelahnya. Bagi kalian yang percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian, waktu tak benar-benar lenyap. Membingungkan bukan? Mau tak mau ia harus tetap ada. Keberlanjutan must be exist.
Diantara banyaknya corak di dunia ini, kita adalah salah satu titik kecil. Berada dalamnya, terlibat olehnya. Adalah sebuah keniscayaan nasib kita bisa baik, pun bisa juga buruk. Tak mengapa, kita butuh kecewa untuk tahu bahagia. Apalah arti bahagia, jika sedih saja kita tidak tahu bagaimana rasanya. Tinggal nanti kau ukur saja sendiri. Seberapa banyak selisih antara keduanya.
Setidaknya kalau kita pernah sedikit saja merasakan bahagia, coba saja ulang sedemikian rupa. Manakala kau bermuram durja di sudut dinding kamar. Menatap ubin yang mulai basah akan keringat mata. Pikirkan lagi masa-masa itu kembali. Bongkar keseluruhan ingatanmu. Rapikan kembali kenangan indah dan sediakan ruang khusus buatnya. Maka saat dimana nestapa akut membelenggu dengan kuatnya. Ia bisa meluruhkannya hingga tercerai-berai tak bersisa.
* * * * * * * * * *
Sejak perbincangan ringan dengan Bi Imah, Kalisha sudah kembali sedikit lebih ceria. Kini ia sudah mulai sarapan bersama Ayah dan Ibu tirinya. Tante Edna yang belum bicara dengan Kalisha agak bingung dengan perilakunya pagi ini. Waktu memang tak pernah berhenti, ialah yang menjawab semuanya. Siapa yang menyangka jika sekarang Kalisha sudah membuka hatinya dan menerima Tante Edna sebagai ibunya.
"Ma, aku minta telurnya lagi, donk," pinta Kalisha yang disambut tatapan takjub oleh Ayahnya dan Tante Edna.
"Oh my god, apakah ayah tidak salah dengar pagi ini?" tanya Om Satya yang nyaris tersedak saat minum.
"Coba ulang lagi, sayang." Terperangah Tante Edna mendengarnya, seakan tak percaya.