Kadangkala kita senantiasa memandang seseorang berdasarkan keelokan paras tanpa pernah tahu hakikat rupawan yang sesungguhnya. Dengarlah petuah bijak ini dan izinkan ia melintasi alam bawah sadar kalian, tak lama.
Semua lelaki sepakat bahwa cantik itu ialah berkulit putih nan indah, mata seindah kejora, tubuh langsing yang semampai dan seterusnya. Pun sama dengan semua perempuan yang sepakat jika tampan itu ialah wajah rupawan nan berkharisma, hidung mancung, gagah dan tegap beserta roti sobek menjejali tubuhnya. Bukankah demikian selama ini yang ada di dalam benak kalian?
Namun, Percayalah. Tuhan bahkan tidak pernah sedikitpun mendesrikpsikan kerupawanan seperti itu. Karena jika tak begitu, untuk apa Dia menciptakan sesuatu yang menurut kalian adalah ketidakrupawanan, kejelekan. Jadi buang rasa enggan dan segan, percaya dirilah bahwa cinta sejatimu tak lagi angan. Tak peduli apa kata mereka, kau berhak atasnya.
* * * * * * * * * *
Bagas yang sedang dalam penerbangan menuju Kanada telah usai menulis sebuah e-mail untuk kedua sahabatnya. Setelah ia periksa dan memperbagus kalimatnya, barulah Bagas mengirimkan e-mail tersebut. Dia tekan tombol send dengan hati yang terasa lapang, lega. Bagas tak ingin masalah tersebut menjadi beban atas dirinya. Rencana ia untuk mengambil alih lagi perusahaannya tak boleh sampai gagal hanya karena cinta segitiga. Sungguh tak etis dan tidak realistis, tak memiliki profesionalitas. Semoga Dean dan Kalisha bersedia memaafkan dirinya yang tega merusak malam minggu mereka. Hei, apakah ini yang disebut dengan cemburu? Tak tahulah, yang jelas Bagas tak mau mengakui perasaaannya. Titik.
* * * * * * * * * *
Suasana rumah sakit tempat Dean bekerja sedang tenang. Pasien yang datang pun tak banyak mempunyai keluhan dan kondisi yang serius. Memang hari senin adalah masa menyambut hari yang baru. Tuhan memberkati para tim medis supaya dapat leluasa bersantai sejenak, hingga ruang UGD gempar menggelegar. Hingar bingar hanya karena sebuah e-mail pribadi yang masuk. Seluruh ruangan langsung rusuh, heboh bukan kepalang. Masalahnya ini dikirim oleh seorang pebisnis muda nan tampan yang terkenal seantero negeri, meski pusat perusahaan itu sudah bukan lagi miliknya.
"Kepada yang terhormat, Dokter Dean. Diharapkan untuk menuju ke ruangan UGD sekarang juga. Sekian dan terimakasih."
Terdengar emergency voice note dari handphone-nya yang mengharuskan Dean untuk pergi ke ruang UGD.
Dean segera bergegas, mungkin pasien kali ini amat sangat serius mengingat dari tadi belum ada satupun yang kritis. Ia harus segera tiba di sana, tak ingin membuat pasiennya menunggu lama.
"Bagaimana kondisi pasien kali ini?!" seru Dean yang baru saja membuka pintu ruang UGD, lengkap dengan jas dokter dan masker. Seketika itu juga ruang UGD yang masih heboh menjadi hening. Dean menatap emergency stretcher yang kosong melompong tanpa seorang pasien pun di atasnya. Lantas Dean menatap juniornya yang berdiri tertegun hendak terpingkal melihat Dean linglung sendiri.
"Dimana pasiennya?" tanya Dean meminta penjelasan dari emergency voice note yang masuk ke handphonenya itu.
"Em ... Dok, sebenarnya bukan karena pasien anda diharapkan kemari. Tapi ....," kata perawat yang berada didekat Dean ragu-ragu untuk meneruskannya.
"Tapi apa?" tanya Dean tak sabaran, terlihat rahangnya mulai mengeras.
"A-anu Dok, a-anda ... menerima e-mail super penting yang dikirimkan oleh seseorang ke alamat e-mail resmi rumah sakit ini," jawab perawat tersebut yang gemetar takut melihat raut muka menakutkan Dean.
"Kenapa tidak dikirim saja ke e-mail saya, hah?!" tanya Dean dengan nada dingin, membuat perawat tadi kehabisan kata. Dean mengambil napas perlahan, ancang-ancang muntab.
"SEMUANYA KELUAR SEKARANG!!!" berang Dean yang sudah tersulut emosinya. Amarahnya meledak sudah, mengkal hati.