Romansa Imaginer

Muhammad Arief Rahman
Chapter #18

Rahasia Om Satya

Mau menyembunyikan rahasia segigih apapun, cepat atau lambat pasti terkuak juga. Mari kita amati sebuah fenomena sederhana dengan segenap rasa percaya.

Cobalah tengok kembali buku-buku pelajaran saat kalian duduk di bangku Sekolah Dasar. Bagaimana bentuknya sekarang? Apa warnanya? Masihkah nama kalian tertoreh di sampul depannya? Yang terpenting, apakah itu semua masih ada? Jangan-jangan sudah raib tak bersisa.

Itulah refleksi dari sebuah rahasia. Tak akan bertahan lama. Waktu akan menggerogoti mulai dari cover-nya hingga tak berbekas walau hanya serpihan kecil. Mungkin saat kau lihai menjaganya dengan baik bisa memperpanjang durasi, tapi tidak dengan kompensasi. Tak ada jaminan esok lusa itu masih bersifat rahasia. Atau boleh jadi kau sendiri yang membongkarnya. Tanpa sadar mempublikasikannya.

Jangan terus menerus menyimpan, harus ada sebagian yang kau lepaskan. Tak baik menimbun secara berlebihan, karena di situ harus ada yang kau bagikan. Layaknya zakat dalam ajaran agama islam. Andai semua bangsawan, adiwangsa dan priayi seluruh negeri bersinergi membagikan sebagian besar hartanya, sudah dipastikan tak ada lagi yang namanya dhuafa dan fakir miskin. Maka negeri dengan nol persen kemiskinan bukan mimpi belaka lagi.

Hal ini juga digagas oleh seorang ilmuwan dengan sangat ciamik dalam sebuah hukum fisika sederhana. Mewakili hukum alam semesta. Ya, Apalagi kalau bukan hukum Kirchhoff yang diperkenalkan oleh seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, Gustav Robert Kirchhoff pada tahun 1845. Dengannyalah sebuah kesetimbangan dalam hal apapun bisa tercipta.

Jumlah arus listrik yang masuk harus sama dengan jumlah arus listrik yang keluar.

Sederhana bukan? Tinggal kau kaitkan saja sesuka hati.

* * * * * * * * * *

"Jadi bagaimana, Bagas? Sekarang posisimu amat disayangkan, padahal tinggal selangkah lagi." Robert menepuk pundak Bagas yang dari tadi masih saja diam.

"Setidaknya aku sudah mencoba." Bagas tersenyum kecut. Andai hanya ada Robert dan dirinya di tempat ini, mungkin sudah sejak tadi Bagas melayangkan tinjunya.

"Heh, belagu sekali anak muda ini, Robert. Rasanya ingin kubolongi saja tubuhnya dengan senapan ini," cibir si pemimpin komplotan itu.

"Kau berhutang penjelasan kepadaku, Robert." Bagas menatap tajam ke arah Robert yang sedang membaca pesan dari seseorang di handphonenya. Robert seketika sumringah saat mendapat balasan dari pesannya.

"Wow, kau beruntung sekali hari ini, Bagas. Sang dalang ingin segera memberikan hadiah buatmu. Kurasa setelah ini kau bisa istirahat selamanya. Anak-anak! Bersiap ...."

"Kumohon, setidaknya biarkan aku mengetahui semuanya sebelum mati," tiba-tiba Bagas bersujud di hadapan Robert, membuang seluruh harga dirinya.

"Lima menit ... kuberi kau kesempatan untuk bertanya," ucap Robert yang makin girang oleh perlakuan Bagas tersebut. Dengan begini ia telah menginjak kehormatan laki-laki tersebut. Teramat puas.

Lihat selengkapnya