Sore saat itu sangat cerah. Putu diajak kakek ke sawah untuk membantunya mencabut rumput liar di sawah. Sementara Putu mencabut rumput, kakek mencari rumput untuk pakan sapi. Kenangan mencabut rumput ini persis seperti kenangan saat ia berusia 7 tahun. Ketika itu nenek masih menemaninya mengobrol di sawah. Nenek bertanya tentang cita-cita Putu, lalu ia menjawab tak karuan.
“Cening kalau sudah besar mau menjadi apa”? kata nenek
“Putu mau menjadi seperti ayah, ibu, kakek, dan mau menjadi seperti nenek” jawab Putu dengan polosnya.
“Bukan itu maksud nenek ning.” Kata Nenek
“Terus apa nek?” Tanya Putu.
“Cita-cita cening jadi apa? Jadi guru? Polisi? Atau dokter? ” Kata Nenek
“Putu mau jadi penyanyi nek, karena Putu paling senang menonton tv yang ada orang sedang menyanyi itu nek.” Jawab Putu
Nenek hanya tertawa mendengarkankan ocehan Putu. Sesekali Putu di rayu untuk menjadi polisi agar ia dipandang gagah oleh orang lain.
Putu disadarkan dengan rintikan hujan ketika masih menghayal. Tak terasa sudah jam 5, rumput belum sepenuhnya dicabut. Nanti bisa dimarahi kakek.
Terlihat dari kejauhan kakek dengan kuat mengangkat rumput-rumput yang disabitnya. Otot-ototnya membesar seperti binaragawan. Putu membantu menurunkan rumput yang dibawa kakek. Perlahan rumput itu diturunkan dan berharap tidak mengungkit masalah mencabut rumput tadi.
“Hati-hati tu, ambil rumput-rumput ini lalu masukkan ke mulutn si sapi.” Suruh Kakek