Menjelang akhir tahun, kunjungan para wisatawan lokal maupun mancanegara membludak di Kota Bali. Mereka mencantumkan Pulau Dewata pada daftar destinasi utama di Asia, khususnya Indonesia dalam menghabiskan waktu liburan. Ketika hal itu berlangsung, ternyata tidak turut pula memuaskan hasrat seorang turis di hunian villa private bersama Richaud. Tampaknya dia terpaksa harus membiasakan diri bergumul dengan cuaca terik. Dia sudah mulai merasakan sejak kemarin begitu tiba di negara ini.
Sepanjang hari kepenatan mulai memenuhi otaknya. Kunjungan Richaud ke Bali telah menghambat pekerjaan mereka. Sahabatnya itu menyibukkan diri dengan bisnis seni, sedangkan sebagai arsitek dia mengabaikan sejumlah proyek kontruksi di Perancis. Setahun sekali Richaud mengajar seni lukis dan musik di tingkat Sekolah Dasar dalam agenda rutin akhir tahun. Dia memperpanjang jadwal kegiatan yang semula hanya sebulan kini menjadi dua bulan. Terlebih lagi Richaud memilih menginap di vila daripada hotel. Seolah menandakan kalau dia memang sudah berencana akan tinggal dalam waktu lama.
“Kau datang di waktu yang tepat, Brian. Sebentar lagi kau akan lihat pameran lukisan perdanaku di Indonesia,” ujar Richaud sewaktu mereka makan malam.
Itu menjadi pernyataan terburuk yang harus dia dengar. Sebelumnya Richaud tidak pernah mengadakan acara tersebut selain di Eropa. Kekacauan ini dengan cepat langsung dia mengerti setelah mengetahui bahwa ada sesuatu yang menarik perhatian sahabatnya, yakni soal ‘wanita’. Ketika berjalan ke coffee shop, dia melihat Richaud memasuki toko sablon dengan seorang perempuan berkerudung. Tanpa memeras otak pun dia sudah bisa menebak jalan pikiran Richaud. Sampai sore hari kebosanan Brian meningkat. Richaud tidak mengangkat telepon.
“Cepat angkat dan kembalikan mobilku!” Brian menggerutu. Ya, tepatnya mobil sewaanku, dia mengoreksi dalam hati.
Barangkali jika Alan masih ada, dia pasti akan minta sahabatnya itu untuk menemaninya. Alan merupakan teman mereka saat melakukan program pertukaran pelajar di Bali. Kini dia harus pergi seorang diri dan memutuskan menaiki taksi meski bukan pilihan menyenangkan. Dia mendatangi Pantai Sanur tidak untuk berwisata ria, melainkan hanya sekadar menikmati hidangan pinggir pantai di sana. Mengetahui cahaya matahari sudah mulai memudar, perjalanan pun berakhir. Sebelum pulang dia singgah ke toko aksesoris membeli kacamata hitam. Tanpa mau menunggu lama dia memanggil taksi di seberang jalan. Baru saja tiba di tikungan, dia terkesiap atas kemunculan seorang gadis yang berjalan tergesa-gesa ke arahnya. Tanpa bisa menghindar, secara otomatis mereka bertabrakan dengan keras. Namun gadis itu ternyata tidak lebih siap sehingga kehilangan keseimbangan dan terduduk di aspal trotoar.
Selagi gadis itu meringis menahan rasa sakit, tanpa mengangkat wajah dia segera memungut kacamata hitam yang baru saja dibelinya. Alhasil kini sudah retak karena jatuh dari saku jas. Dia berkata dengan datar. “Cette fille folle aggraver ma journée!” Gadis gila ini memperburuk hariku!
Lebih mengesalkan lagi, dia tidak hanya membiasakan diri dengan cuaca tropis, tetapi penglihatannya harus pula terbiasa terhadap para jilbaber yang berada di kota ini. Usai kembali mengenakan kacamata, di saat bersamaan gadis tersebut turut bangkit. Seketika bungkus plastik dalam genggaman gadis itu terlepas, lalu jatuh ke selokan.
“Hei...!” teriak gadis itu. Tanpa menghiraukan teriakannya dia pun bergegas menaiki taksi.
***
Taman Werdhi Budaya di Jl. Nusa Indah yang dikenal dengan art centre ini dipilih Richaud menggelar pameran lukisan. Di sanalah pesta kesenian serta festival kebudayaan Bali kerap berlangsung setiap tahun. Di kanan kiri gerbang pintu masuk para pengunjung disuguhkan oleh lukisan berkanvas minyak ukuran 135 x 85 cm dengan latar belakang Candi Borobudur serta Garuda Wisnu Kencana (GWK), sebagai Landmark Bali. Kesan akulturasi budaya Jawa dan Bali di dalamnya terpancar penuh pesona menampilkan gambaran Indonesia akan ragam suku bangsa.
Art centre memiliki beberapa bangunan dengan fungsinya masing-masing sehingga memperluas setiap ruang tempat tersebut. Oleh karena itulah Richaud memilih melakukan pameran selama seminggu menyambut natal serta tahun baru di sana. Acara itu ditampilkan pada bangunan utama yaitu Gedung Kriya Uccaihsrawa, lebih dikenal sebagai Gedung Kriya yang terletak di sebelah utara bangunan teater terbuka (Ampiteater Ardha Candra).
Mata Dira berbinar memandangi sederet lukisan yang terdapat di penjuru halaman. Belum memasuki bagian utama, dia sudah terpuaskan oleh berbagai karya yang dihasilkan dari tangan para murid Sekolah Dasar. Walaupun bukanlah pengamat seni, namun sebagai penikmat dia begitu terkagum-kagum. Dia hanya berdiri sendirian di sana, sedangkan Grace sibuk dengan stan makanan di tempat bazar.
Dia juga sempat melihat Richaud sedang menyambut para pengunjung dan mengobrol bersama mereka. Lelaki itu tampil formal dengan mengenakan stelan jas cokelat tua.
“Kenapa hanya bagian lukisan ini saja yang kaupandangi? Kau tidak ingin melihat buatanku?” tanya Richaud muncul di sampingnya.
“Kupikir kau bukan orang yang pelupa. Jadi tidak perlu kulakukan lagi, bukan?” balas Dira tanpa menoleh.