Suasana makan malam akan terasa lebih indah dan nyaman jika berada bersama keluarga. Sudah seminggu James Ellison serta Yasmine tinggal di flat mereka. Dira yang meminta mereka untuk menginap sebelum Grace mengusulkan hal itu. Tentu saja Grace sangat bahagia. Meski entah mengapa hadir rasa gelisah dalam hatinya sehingga dia harus bersusah payah untuk mengendalikan diri.
“Kamu tidak perlu ikut membereskan meja, Re,” kata Yasmine sembari mengangkat tumpukan piring ke dapur. “Bukankah malam ini kamu harus kembali ke kantor?”
Rehan melirik arlojinya. “Wah, itu benar. Terima kasih sudah mengingatkanku,” lanjutnya tersenyum lalu segera menyambar kunci mobil.
Apa yang sedang terjadi di sini? Pikir Grace mendengar percakapan mereka dari kamar. Tidak, tapi kenapa aku harus merasa kesal hanya dengan melihat Rehan tersenyum pada Yasmine? Tapi lelaki mana pun juga akan merasakan pesona saudarinya itu. Mulai dari cara berjalan, bicara, sampai makan terlihat begitu elegan. Sesuai dengan karismanya sebagai seorang model. Yasmine juga sudah akrab dengan Dira. Terlebih lagi terhadap Rehan.
Grace pernah berpikir saat mengamati Dira shalat magrib berjamaah dengan Rehan kala itu. Bahkan sampai berimajinasi liar bagaimana jika dia yang berada di dalam ruangan itu bersama Rehan? Alhasil usai tertidur di sofa matanya sulit terpejam. Bayangan tersebut berkelebatan dalam otaknya. Dia menangisi keadaan. Kebimbangan membuat bibirnya secara meyakinkan untuk memeluk Islam. Tanpa sadar dia sudah bertindak jauh ketika melihat Rehan bercakap-cakap dengan seorang perempuan berkerudung di masjid, keinginan menggunakan pakaian yang sama pun segera terlintas. Setelah mengetahui jati dirinya, Grace tidak ingin kehilangan cahaya dari Sang Maharahim lagi.
“Apa yang kaulihat sejak tadi di sini?” tanya Yasmine menepuk pundak Grace. Melihat raut wajah saudarinya terkejut itu menambah rasa penasarannya. Dia mengikuti arah pandang Grace. Lewat kaca jendela besar tampak di bawah sana Rehan sedang masuk ke mobil. “Dia lelaki yang sangat baik, manis, juga perhatian.”
Dahi Grace berkerut samar. “Aku yakin dia pasti belum punya pasangan,” lanjut Yasmine tersenyum penuh arti. “Omong-omong, apa Dira sudah memberitahumu untuk mengadakan pesta kejutan di hari ulang tahun Rehan besok?”
***
Ucapan Yasmine benar adanya. Mereka baru saja selesai pesta makan malam. Sebutan ‘pesta’ memang sangat cocok dengan hidangan besar di meja makan. Mulai masakan Jepang, Turki, Eropa dan Indonesia. Sajian tersebut sudah pasti menggiurkan siapa saja kecuali jika saat ini lidahmu mati rasa, tentulah tidak akan terjadi sensasi apa pun dalam mulutmu. Well, itulah yang dialami Grace. Melihat Yasmine mengambil alih meracik bahan makanan di dapur sungguh membuat suasana hatinya buruk. Dia tidak pernah membayangkan kalau harus bersaing terhadap saudarinya sendiri. Namun apa yang sedang mereka saingkan? Persabatan atau cinta dari seorang lelaki? Cepat-cepat dia singkirkan pikiran itu.
Grace pun berjalan ke ruang tamu, tempat Dira, ayahnya serta Profesor Rasyid bersama Madame Eliya menikmati teh Turki.
“Grace, aku butuh bantuanmu.” Yasmine menyapanya tanpa basa-basi. “Bisakah kau membawakan secangkir teh untuk Rehan? Aku harus menghubungi agensi agar mereka tidak menyulitkan liburanku dengan pekerjaan.”
“Kupikir kau tidak akan keberatan,” Dira ikut berkomentar, “anggap saja, kau melakukannya sebagai hadiah untuk adikku. Kau belum memberinya hadiah, lho, Grace."
"Haruskah?" Grace menimpali seolah mempertimbangkan.
Dia menatap ayahnya meminta bantuan. Namun sang ayah hanya mengangkat bahu lalu menyesap kembali tehnya yang masih mengepul. Oh, semua orang tampak menyebalkan! Keluh Grace. Semula dia berniat memberikan kue, tetapi masakan spesial dari Yasmine bukankah itu sudah cukup? Grace berjalan dengan langkah lebar ke balkon. Rehan berdiri di pinggiran besi balkon masih bercakap-cakap via telepon. Ketika menutup ponsel lelaki itu mengangkat alis menatap gadis di depannya.
“Ya, ini aku, bukan Yasmine,” kata Grace datar. “Dan ada apa dengan tatapanmu itu? Kau pasti benar-benar menunggunya,” sambung Grace meletakkan cangkir teh ke meja.
“Apa yang terjadi denganmu?” tanya Rehan tidak mengerti dengan sikap Grace yang super galak itu. “Aku tahu kau sedang bad mood seperti yang kebanyakan perempuan alami kalau PMS.”