Romantic Destination (Found You)

Alita
Chapter #25

Impulsif

Usai acara di rumah Profesor Rasyid, seharian penuh Dira hanya berkutat di apartemen. Dia ingin merampungkan tesis. Dalam waktu dekat dia melakukan seminar hasil. Selain itu dia tengah memikirkan tentang datangnya sekumpulan origami bangau. Sepanjang acara dia mencari-cari Takhesi, namun lelaki itu tidak ada di sana. Setidaknya dia ingin mengucapkan terima kasih sekaligus permintaan maaf karena telah menghilangkan hadiah berupa origami kura-kura. Barangkali mereka memang belum waktunya bertemu.

Dira melihat arloji. Pukul setengah delapan malam. Dia harus segera berangkat ke hotel. Telepon dari sekretaris GM mau tidak mau menghentikan aktivitas tersebut. Padahal tugas di sana sudah diserahkan pada orang lain. Dira tidak mengerti mengapa sang owner, tidak lain adalah Brian Claude menyuruhnya datang. Bayangkan, ini sudah malam! Ingin sekali dia menolak, tetapi lagi-lagi logika profesionalitasnya berpantang mundur. Melaksanakan tugas dengan pertimbangan menyangkut kontrak kerjasama terhadap berbagai kedutaan Asia. Demi mempromosikan makanan Indonesia.

“Kau sudah ditunggu,” ujar seorang resepsionis wanita pada Dira ketika baru tiba, lalu menyuruhnya mendekat, “Kau tahu? Semua orang di ruang rapat kemarin sangat terkejut mengetahui Mr. Claude memutuskan berada di sini lebih lama."

"Apa?" Dira bertanya bingung. "Kenapa?"

Wanita itu merenung sejenak dan berkata dengan mimik serius, “Mungkinkah hal buruk sedang terjadi di hotel? Entah kenapa aku merasa takut mendengar hal itu, mengingat aura dingin yang selalu dipasang oleh Mr. Claude. Kau akan menemuinya, bukan? Aku sarankan, berhati-hatilah padanya, Dira.”

Dira tidak berkomentar apa-apa. Dia segera berpamitan sebelum mendengar lebih banyak lagi yang dibicarakan Asha, si resepsionis. Memasuki ruang kerja nya, beberapa berkas dalam map dia bawa dan melangkah menaiki lift lagi karena ruang sang owner dua lantai di atasnya. Dia mencoba mengetuk pintu namun tidak ada jawaban. Mengingat kalimat terakhir Asha, dia mendadak ragu. Tapi dia juga tidak ingin mengulur waktu. Secepat mungkin aku akan pulang, pikirnya. Dira mengembuskan napas secara perlahan, lalu masuk. Tidak ada siapa pun di sana. Dia meletakkan map itu di meja. Tanpa disangka, dari ekor matanya dia bisa melihat seorang lelaki tengah memandang tajam dengan rambut tampak seperti baru dibasahi. Dasi hitam bergaris biru yang dikenakan lelaki itu sudah melonggar, serta raut wajah datar bersandar ke lemari arsip sebelah sofa.

“Apa yang kaulakukan di sini, Nona?” tanyanya tidak lepas menatap Dira.

Dahi Dira berkerut. “Bukankah Anda yang memanggil saya untuk datang?”

Alis Brian yang lebat bertaut, “Benarkah? Mungkin saat itu aku sedang mengigau. Lagipula mana mungkin aku mau berurusan dengan gadis sepertimu!”

Mendengar kata-kata itu Dira merasa dipermainkan. Giginya bergemeretak. Lihatlah, apa yang baru saja dikatakannya? Kenapa aku mau datang ke sini? Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Dira meninggalkan ruangan. Menekan tombol turun dengan keras, memanggil lift untuk membawanya menjauh dari tempat ini. Dia kembali ke ruang kerja, mengambil tas. Bergegas melangkah ke toilet di ujung koridor. Dia memejamkan mata hendak mengontrol emosi yang tadi nyaris saja meledak jika tidak mengingat kalau dirinya sedang berada di hotel. Dia menghela napas dengan pelan, lalu keluar. Tanpa dia duga, ternyata perasaannya justru memburuk ketika melihat sosok lelaki yang ingin dia hindari kini berdiri tepat di depan pintu.

***

Lihat selengkapnya