Romantic Destination (Found You)

Alita
Chapter #29

Memori

Walaupun tindakan mereka tidak benar, tetapi hal itu bukan sesuatu yang patut ditertawakan. Ya, kecuali kalau sisi kemanusian orang tersebut sudah berkurang. Satu hal lagi, baru saja aku melihat orang dewasa yang masih berpikiran seperti anak-anak. Kupikir itulah yang terjadi padamu sekarang

Setiap patah kata terlontar dari bibir Dira, sepertinya bisa membuat Brian dijangkiti resah. Entah kenapa dia akan langsung kesal jika bola mata hitam milik gadis itu menatapnya dengan pandangan kritis. Seolah ingin mengikis seluruh isi bagian dirinya. Dia tidak dapat membaca arti ekspresi yang ditampilkan oleh wajah Dira. Hanya saja dia selalu cemas jika semakin lama berada didekat Indira.

Kecemasannya tersebut berbuah nyata. Bermula dari sepucuk surat datang menghampiri saat dalam perjalanannya ke Pamecutan dengan murid SD. Mengetahui turun hujan, dia berteduh di bawah atap kios sekitar tempat itu. Namun seorang wanita berparas eksotis langsung menyerahkan amplop cokelat ke arahnya.

Segera tinggalkan negara ini bersama temanmu. Itu jika kau mau mendengarkanku. Tapi jika kau menundanya semakin lama, aku bisa membuat skenario buruk untuk gadis yang datang denganmu tadi di tempat ini. Namanya Indira. Apa itu benar?

Brian mengejar si wanita. Tentu hal itu memancing rasa ingin tahunya. Si pengirim pasti sudah tahu. Sebab wanita itu tanpa basi menanyakan nama. Dia pun mencoba memberi bayaran mahal untuk mengantarnya ke vila dan agar mau bercerita tentang asal benda itu.

Informasi yang didapat dari wanita itu tidak memberi hasil. Dia bahkan tidak bertemu si pengirim, karena mendapat surat dan amplop putih berisi uang serta foto Brian tengah berpenampilan sama dengan pakaian yang dikenakannya saat itu. Lalu mengantarkan surat tersebut. Si pengirim benar-benar melakukannya secara rapi. Dia juga yakin bahwa orang tersebut bersembunyi di Bali.

Keadaan tidak berpihak padanya. Sulit membujuk Richaud untuk pulang. Sahabatnya justru tertarik terhadap Indira. Mungkin sudah menyukai gadis itu. Segala perhatian Richaud hanya tertuju pada Dira. Bahkan membuat lukisan yang diperuntukkan kepada Dira. Sepertinya, pameran lukisan yang diselenggarakan Richaud memancing emosi si pengirim surat. Kali ini surat beramplop cokelat tersebut tidak hanya berisi surat ancaman, tetapi sejumlah foto menampilkan wajah Richaud, Dira, Grace, dan keluarga Made.

Brian tidak bisa melacak si pengirim. Lagi-lagi dikecohkan oleh pengiriman lewat perantara. Dia pun mencari cara dan mendapat usul dengan membeli lukisan pemberian Richaud pada Dira. Dia berhasil menjauhkan mereka. Namun dia tidak menduga bahwa hasil dari perbuatannya justru membuat Dayu memanfaatkan situasi bersama Richaud untuk mencelakai Dira. Dia sungguh menyesal telah menyeret gadis itu dalam nestapa.

***

Kesibukan mengurus kerajaan miliknya sekaligus keluarga Pierpont, membuat Brian melupakan segala hal di Bali. Sekali lagi, kedamaian yang tercipta pupus sudah kala melihat CV seorang gadis berkebangsaan Indonesia. Nama, serta wajah dari pemilik CV itu mulai mengambil alih perhatian. Seperti magis. Menarik kembali ingatan yang tertanam di alam bawah sadarnya.

Bertemu kembali dengan Indira Wijaya sangat membuatnya gugup. Dia ingin terus menyembunyikan diri. Tanpa bertatap muka. Hanya saja dia tidak mampu menahan suara batinnya yang merongrong untuk meminta maaf. Keterkejutan Indira melihat dirinya di ruangan Profesor Rasyid mengundang rasa kecewa sekaligus lega. Apa yang diharapkannya? Bukankah dia yang sudah merusak kedamaian di hidup gadis itu?

Brian berpikir, bahkan tamparan yang diberikan Grace saat memintanya bertemu, tidak akan cukup mengobati luka di hati Indira. Gagasan itu disambut kembali oleh surat ancaman yang sudah lama tidak muncul. Si pengirim masih terus mengawasi mereka. Dan itu memberi tekanan pada Brian karena melupakan hal penting itu. Dia menyadari si pengirim mulai menyusun rencana berniat untuk membahayakan hidup Dira.

Terbukti dengan adanya aksi penguntitan pada mobilnya saat mengantar Dira kembali ke apartemen. Dia melacak mobil jeep hitam itu, lalu menemukan plat yang digunakan palsu. Diperjual belikan dalam black market untuk sekali pakai. Tapi dia berhasil mengetahui bahwa si pengemudi adalah warga kebangsaan Mesir.

Selang sepuluh bulan sejak mendapati identitas asli si pengirim, dia memutuskan tinggal lebih lama di Turki untuk menangkapnya. Meski dia harus bersikap egois mempertahankan Indira. Namun hal itu justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Seperti saat dia bertindak responsif terhadap gadis itu di pintu toilet hotel.

Sungguh dia tidak bermaksud demikian. Melihat kembali mata hitam milik Dira, dia selalu mencari arti setiap tatapan gadis itu. Dia ingin tahu, apa yang dipikirkan Dira tentang dirinya. Dia berpikir, dengan melihatnya dari jarak dekat mungkin bisa didapatinya jawaban itu. Tapi, dia keliru dan menambah kesalahannya.

Semenjak melakukan pengintaian, Brian semakin merasa konyol untuk bisa melihat Indira. Ketika mendapati dirinya tengah melihat Dira bercengkrama di cafe, rasa suka cita memenuhi rongga dadanya. Dia mulai terbiasa oleh suara maupun celotehan gadis itu. Dia juga akan gelisah bila Dira bersikap tenang untuk memulai percakapan. Mungkinkah dia menjadi terobsesi dengan kehadiran Dira? Walaupun demikian, dia tidak boleh keluar dari rencana menangkap Husen, si pengirim surat ancaman. Meski harus menyakiti perasaan gadis itu lagi.

Membongkar kedok Husen ternyata sama saja membuka masa lalu yang telah lama dikubur Brian dalam memorinya. Dia mengunjungi Husen di penjara. Meminta penjelasan atas surat-surat ancaman yang ditujukan padanya. Lelaki itu menceracau tidak jelas sebelum ditarik paksa keluar dari ruang kunjungan, mengatakan akan tetap balas dendam melalui Indira, agar dia merasakan penderitaan karena kehilangan seseorang yang ingin dilindunginya.

Belum sempat Brian mencari tahu maksud dari Husen, perkataan Indira bahwa dirinya membunuh seseorang sangat mengguncang batin dan isi kepala. Dia terduduk di kursi. Mencerna apa yang sedang terjadi. Brian membatalkan seluruh jadwal rapat. Meminta Mr. Berna menggantikannya mengurus situasi di hotel. Tidak ingin diganggu di ruang kerjanya.

Brian mengeluarkan seluruh berkas di lemari arsip, menarik laci meja kerja dan brankas. Dia tidak menemukan dokumen apa pun terkait pegawai wanita yang disebutkan Dira. Dia tidak bisa bertanya pada staf hotel. Itu hanya akan menambah kecurigaan. Dia meyakini Husen memiliki koneksi di gedung ini.

Kau pikir setelah mengurungku di sini, bisa menyelesaikan dendamku? Aku akan terus menghancurkanmu. Sampai dokter itu pun tidak bisa membantumu lagi atau juga orang lain. Aku akan pastikan itu!

Brian mulai memikirkan ujaran Husen tersebut. Dokter? Jika itu terjadi enam tahun lalu, maka yang dimaksud Husen tentu Louis Maurier. Pria itu yang menemaninya saat ke Turki. Brian berangkat ke Istanbul menemui Louis setelah mendapat informasi dari pihak rumah sakit. Dokter itu sedang melakukan kunjungan kesehatan di sana.

"Benarkah aku ada di apartemen bersama gadis yang meninggal enam tahun lalu itu?" tanya Brian tidak ingin berbasa-basi setelah bertemu Louis. "Kali ini aku tidak ingin berdebat. Aku harus menyelamatkan Indira. Aku mohon katakan padaku."

Louis menatap Brian. Dia menghela napas berat. "Maafkan aku Claude. Itu adalah pilihan yang kubuat karena melihatmu sangat terguncang. Bahkan kau memblokir ingatan itu. Aku sudah sepakat dengan Richaud untuk menyembunyikannya darimu dan sampai saat ini."

"Jadi dia sudah ada di sana saat peristiwa itu terjadi?"

"Dia sengaja tidak memberitahu kedatangannya untuk membuat surprise party di hari ulang tahunmu. Tapi ironisnya," Louis memberi jeda atas ucapannya, merenung, "justru kejutan itu sudah lebih dulu datang. Kami membuat alibi dengan memindahkanmu ke hotel dan gadis itu berada sendiri di apartemen saat mengalami serangan jantung. Dan sejujurnya kami tidak tahu apa yang terjadi saat kalian bersama saat itu. Apa sekarang kau mengingatnya?"

Brian diam. Dia memejamkan mata mencoba mengingat. "Entahlah. Aku tidak bisa mengingatnya. Tapi... kenapa aku tidak bisa mengingatnya?"

"Pasti ada sesuatu yang membuatmu ingin melupakannya," jawab Louis berasumsi, "Tapi apa yang kau maksudkan dengan menyelamatkan Indira?"

Brian berkata dengan wajah keruh, "Kekasih dari gadis itu berniat balas dendam padaku melalui Indira. Bahkan sejak aku berada di Bali bersama Richaud."

"Apa?" Louis berkata sangat terkejut. "Jadi maksudmu, dia menjadikan Indira sebagai umpan? Lalu, bagaimana kekasihnya itu mengetahui kalau kau ada di sana? Di dalam flat tidak terpasang kamera, bahkan saat itu CCTV di apartemen sedang tidak berfungsi."

Lihat selengkapnya