Aku tidak ingin merusak senyum di wajah mereka. Sungguh, aku tidak bisa. Sekelebat pikiran putus asa menelusup sejak melihat keceriaan mewarnai kamar bersalin. Baginya menikmati suasana hangat bersama mereka itu lebih dari cukup. Tidak masalah jika dia harus berbohong soal kedatangannya karena urusan pekerjaan. Bahkan saat ini dia masih tidak percaya bahwa raganya duduk di sofa kediaman keluarga Claude.
“Aku tidak menyangka kau bisa membuat kejutan seperti ini,” Grace menyerahkan gelas teh pada Yasmine. “Sebenarnya aku lebih suka kau tinggal bersamaku selama melakukan pekerjaan di sini. Haruskah aku menemui manajermu di hotel?"
“Alasan kenapa Yasmine tidak mau sudah jelas Grace,” Dira menanggapi sambil menyeruput teh miliknya tidak menghiraukan Grace yang memelototinya, “karena kau terlalu sering memintanya cepat menikah.”
“Baiklah, aku bercanda," kata Dira menghentikan candaannya melihat Grace meraih bantal sofa. Dia kembali menatap Yasmine. “Kau datang tidak bersama Ken, apa itu artinya dia sedang menyiapkan konser tunggalnya? Kalau begitu kapan diadakan, Yas?"
“Apa?” Yasmine sedikit tersedak dengan topik yang tiba-tiba ditanyakan Dira. Syukurlah tidak ada cipratan teh keluar dari mulutnya. “Ah ya. Kalian tahu sendiri dia akan berjam-jam di studio kalau sudah menikmati suara musik. Dan dia berambisi menuntaskan impiannya yang sempat tertunda.”
Sedetik Dira melihat kilatan aneh yang muncul di wajah cantik Yasmine. Tetapi dia tidak bisa memastikan karena wanita itu berdiri dengan tenang melihat arlojinya.
“Aku harus pergi," ucap Yasmine dengan menyesal memandang kedua wanita di depannya. “Aku berjanji akan ikut makan malam berikutnya.”
Grace mendengus. “Tidak ada gunanya aku memaksamu. Utamakan keselamatan juga kesehatanmu. Jika tidak, aku akan mendatangi hotel tempatmu menginap dan menjemputmu dengan paksa!"
Yasmine tertawa mendengar omelan saudari kembarnya yang protektif itu. Dia berpamitan, lalu bergegas menuju pintu depan. Sejenak dia mendongak, menatap warna langit biru cerah sebelum menaiki taksi.
•••
Suasana hati Yasmine dipulihkan oleh deretan bingkai beragam kanvas tersusun rapi memenuhi penjuru ruangan Vancouver Art Gallery. Satu-satunya tempat pertama yang terlintas ketika dia duduk di dalam taksi. Dia sangat ingat saat Grace menelponnya dengan antusias bercerita tentang tempat itu. Gedung tersebut terletak di 750 Hornby Street Vancouver. Salah satu galeri seni terbesar kelima di Kanada, maupun Kanada bagian Barat. Dia tidak tahu banyak mengenai negara ini selain pernah menjadi kota lokasi syuting kisah romantisme Vampir-Manusia, antara Edward Cullen bersama Bella Swan dalam film ‘Twillight’. Selebihnya tentu saja tidak menarik minatnya. Oh, dan lihatlah sekarang dia harus mulai mengenal negara yang termasuk keajaiban dunia lewat air terjun Niagara-nya. Apa yang dikatakan Grace bukanlah bualan. Dia menyaksikan sendiri koleksi karya seni di gedung ini memiliki 11.000 lebih dari 200 karya seniman besar.
Dua jam mengitari galeri seni cukup memperbaiki suasana hati Yasmine. Bahkan dia sekarang merasa kelaparan. Dia bergegas mencari restoran terdekat. Malam ini dia ingin makan nasi. Beberapa hari terakhir hanya sajian pasta atau salad mengisi perutnya. Setelah berjalan lima belas menit, dia menemukan restoran yang menyajikan menu aneka nasi. Para staf di restoran itu sangat lincah dengan peran mereka masing-masing, sehingga dia tidak perlu menunggu terlalu lama. Dia menghidupkan kembali daya ponsel. Sepuluh menit berlalu, suapan ketiga tidak semulus dengan suapan kedua dan pertamanya. Getaran yang berasal dari ponselnya melenyapkan hasrat mencicipi makanan. Bukan karena suara si penelpon, melainkan isi percakapan dari resepsionis hotel tersebut menjadi penutup makan malamnya di restoran ini.
“Barang-barang Anda sudah dibawa oleh Mr. dan Mrs. Wijaya. Mereka berpesan agar Anda tidak perlu kembali ke hotel dan langsung menuju ke rumah mereka."
Yasmine mengembuskan napas dengan perlahan. Terasa sesak. Satu jawaban atas tindakan dari pasangan itu mendatangi hotel tempatnya menginap langsung membuatnya berjengit. Kebohongannya sudah terbongkar dan artinya dia harus menyiapkan argumen terhadap Grace.
•••
Mata Dira terus mengawasi Grace selagi menyiapkan makan malam di dapur. Kedatangan sopir taksi yang mengantar Yasmine ke hotel membuat mereka terkejut dengan mengembalikan selembar foto yang ditemukan di taksi. Grace diliputi kebingungan saat menerima foto dirinya bersama Yasmine memegang bingkai foto ibu mereka. Berkat alamat yang tercantum di belakang lembar foto itu pula si sopir taksi mengunjungi rumah mereka.
“Maaf saya tidak bisa lebih awal mengembalikannya karena ada urusan mendesak yang saya lakukan,” ujar sopir taksi. “Saya pikir jika tidak segera saya kembalikan wanita itu akan bertambah sedih.”
“Bertambah sedih? Kenapa?” tanya Grace bingung.
“Saya pikir benda itu sangat penting. Dia terus menatap foto itu dengan gelisah dan wajahnya menunjukkan kesedihan. Dia bahkan tidak turun saat tiba di sini. Jadi saya mengantarnya ke hotel.”
Apa yang dia sembunyikan dariku? Grace sangat tidak menyukai dengan permainan tebak-tebakan. Akhirnya dia mencari tahu keberadaan Yasmine di hotel. Di saat seperti ini dia sangat beruntung bahwa suaminya menjadi konsultan arsitek di hotel tempat Yasmine menginap, sehingga mempermudah dalam mengorek tentang identitas si penginap. Tanpa diduga, informasi yang didapat dari resepsionis memberi kejutan bahwa salah satu tamu mereka menggunakan nama Yasmine Ellison. Apakah orang itu adalah Yasmine? Tapi mengapa tidak memakai Tamada? Ketika segala tanya berputar, pria yang memiliki nama keluarga Tamada menelpon.
“Paman menelpon di waktu yang tepat,” Grace lebih dahulu menyapa si penelpon.
“Benarkah? Kuharap juga begitu,” jawab Tamada Hiro. “Maafkan aku yang tidak bisa menjaganya dengan baik. Bagaimana dengan luka jahitan di pergelangan tangannya? Apa perbannya sudah diganti dengan baik dengan dokter di sana? Kuharap bisa segera sembuh. Aku sangat khawatir dan-"
"Paman ... tunggu sebentar," Grace menyela ucapan Hiro yang beruntun itu. Dia sangat bingung, "bisakah dengan perlahan Paman menjelaskan padaku tentang apa sebenarnya ini? Kenapa Paman bicara soal luka jahitan dan perban? Apa yang terjadi dengan Yasmine?”
“Eh? A-Apa?” Hiro di seberang sana langsung terkejut sekaligus gugup. Hal ini di luar dugaannya. Dia tidak menyangka jika Yasmine belum bercerita. Oh, anak itu…
Hiro masih menjeda hubungan telepon itu. "Baiklah, Paman jangan khawatir," sela Grace cepat mendengar reaksi pria itu yang masih belum bersuara. "Aku akan memastikan Yasmine baik-baik saja di sini dan menyuruhnya untuk menghubungi Paman kembali."
Hubungan via telepon itu diakhiri Grace dengan gelisah. "Apa yang sudah terjadi sampai dia berbohong seperti itu?"