Suprise party bagi kaum hawa diangkap sebuah keharusan. Namun Yasmine termasuk salah satu dari bagian mereka yang menolaknya. Dia paling tidak menyukai kejutan dalam bentuk apapun. Dia merasa sudah cukup dipermainkan oleh kejutan dari orang-orang terdekatnya. Kali ini dia tidak yakin mampu mengatasi jika disuguhi oleh hal yang dibencinya itu.
Bermula saat dirinya mendengar kabar bahwa Kenichi dilarikan ke rumah sakit akibat kecelakaan di panggung konser. Dia segera memutuskan mengambil langkah meninggalkan Negeri Paman Sam. Syukurlah Grace sudah tiba lebih dulu, sehingga saudarinya itu bisa menjaga sang ayah yang tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
“Bagaimana keadaan Ken, Paman?” tanya Yasmine tanpa basa-basi begitu bertemu dengan Hiro di pintu rawat.
"Seharusnya kau bisa istirahat dulu, Yas," ujar Hiro menatap wajah letih ponakannya. "Ken masih tertidur sejak keluar dari ruang operasi. Kita harus menunggu.”
Yasmine menggigit bibirnya mengamati wajah Ken yang pucat disertai balutan perban terpasang di bahu kiri dan juga kaki lelaki itu. Menurut penuturan asisten Ken, insiden di panggung terjadi akibat percikan arus pendek listrik. Kabel penyangga layar terbakar, sehingga terjatuh mengenai Ken dan beberapa staf yang berada di atas panggung. Cukup lama Yasmine membisu, hingga mata Ken mengerjap beradaptasi dengan sekelilingnya. Membaca gerakan kekasihnya hendak bangun, dia pun mencegah.
“Lakukan dengan perlahan. Untuk sementara kau tidak boleh banyak bergerak, Ken,” ucap Yasmine.
"Tapi bagaimana dengan-"
"Kau pasti bisa melakukannya kembali," Yasmine berkata sembari menggenggam tangan Ken, meyakinkannya. “Aku di sini. Percayalah kau bisa melaluinya. Semua akan baik-baik saja. Kau hanya perlu memulihkan diri."
Tiga bulan selama masa pemulihan, awalnya Ken tampak frustrasi. Dia kesulitan menjalani terapi. Dokter juga menyarankan untuk melakukannya di rumah. Hanya pada saat melihat perkembangan hasil rontgen tulang saja yang dilakukan sebulan sekali ke rumah sakit. Yasmine juga meminta Ken untuk tinggal bersamanya agar membuatnya lebih tenang. Tentu saja mereka tetap menjaga batasan. Yasmine berada di lantai atas, sedangkan Ken di lantai bawah. Wanita itu berniat mencari terapis, namun Hiro sudah menemukannya melalui rekan kerjanya.
“Kau tidak perlu melakukan semua ini, Yas. Aku tidak ingin menghambat kariermu," ujar Ken usai kekasihnya meletakkan sneaker miliknya di dekat pintu.
"Apa kau bosan karena terus melihatku? Dan kau ingin kabur dariku?" tanya Yasmine tanpa melepas kesibukannya memasukkan bekal makanan.
"Bagaimana jika aku bilang, 'iya',"?
Gerakan Yasmine terhenti. Perlahan dia menarik napas sebelum menatap Ken. Dia tahu benar, lelaki yang kini bercakap dengannya tengah pesimis terhadap keadaan yang harus menimpanya. Bukan kali pertama mereka berdebat. Semenjak keluar dari rumah sakit, Ken tampak labil. Dia terus meyakinkan diri bahwa mereka bisa melalui masa sulit ini. Meyakini bisa mengatasi keterpurukan kekasihnya.
Yasmine berbalik. Menampilkan senyum cerahnya. "Kalau kau berkata begitu, tidak ada cara selain aku harus memperpanjang masa cutiku dan menempel padamu terus."
Ken tetap diam. Dia mengambil tongkat kaki. Berjalan ke arah mobil yang terparkir di depan rumah. Berlalu meninggalkan Yasmine yang memasukkan bekal makanan ke bagasi mobil.
"Apa kita sudah bisa berangkat?" Yasmine bertanya selagi memasang sabuk pengaman. "Jika belum pun, aku akan tetap membawamu ke tempat tujuan. Tidak peduli kau ingin atau tidak."
"Jadi kau ingin menculikku?" Ken balik bertanya, lalu tangannya mematikan mesin mobil. Menatap tajam ke mata Yasmine. "Kau tidak takut jika saat ini pertahananku runtuh?"
Bola mata Yasmine bergerak-gerak. Mengerjap cepat. Sekilas tersenyum. Tangannya menunjuk kamera dashboar mobil yang berkedip merah. Tanda sedang merekam.
"Aku bisa menjadikannya bukti," ucap Yasmine memutar kunci, menyalakan kembali mesin mobil. "Satu hal lagi, seharusnya itu menjadi dialogku, bung!"
Ken berdecak. "Baiklah aku menyerah." Dia menarik sabuk pengaman dengan tangan kanan, memasangkannya. "Tapi aku tidak keberatan bermalam di tenda yang sama denganmu."
Yasmine mendengus. Dia bisa melihat lelaki di sampingnya tersenyum geli dan itu sudah cukup membuatnya bahagia.