Angin bertiup pelan mengibaskan helaian daun pada rimbunan pohon sakura. Perlahan dedaunan itu gugur menyentuh rumput yang tampak lembab usai hujan sepekan belakangan ini. Terlihat satu dua anak bersepeda sembari diiringi oleh orangtua mereka. Di bangku taman tampak sepasang remaja berseragam sekolah menengah mendengarkan musik lewat kedua earphone yang saling dipasangkan di telinga mereka. Pengunjung di sekitar taman tidak banyak memenuhi tempat ini. Pasalnya memang sedang ada pembatasan aktivitas. Hal tersebut menjadi kesempatan bagi Yasmine berjalan dengan santai tanpa diburu waktu.
Sejenak dia melepas masker yang menutupi wajahnya untuk menyesap aroma sakura selepas hujan. Dia mengeluarkan ponsel, lalu membuka ikon kamera. Selagi sibuk memotret, layar ponsel berkedip menampilkan nomor asing yang tidak dikenal. Keraguan mulai merayapi benaknya. Dia memilih mengabaikan panggilan itu.
Semenjak Kenichi berada di rumah sakit, Hiro menjadi lebih posesif. Pria itu segera memindahkan Ken ke pusat rehabilitasi dan melarangnya keluar rumah. Tanpa diduga, Hatomi Tokiya menelpon dari bilik sel penjara meminta bertemu. Terapis dari Ken tersebut tertangkap saat mencoba melarikan diri. Lelaki itu diketahui menyelundupkan obat-obatan terlarang. Bahkan secara ilegal memalsukan berbagai obat pereda sakit bagi pasien. Salah satunya termasuk Ken. Hanya saja kekasihnya itu dengan sukarela menggunakan obat-obatan itu.
Sebelum bertemu Tokiya, Yasmine mendapat protes dari Hiro. Mereka beradu argumen. Ketidaksetujuan pria itu beralasan disebabkan Tokiya sempat menyerang sipir saat hendak memasukkannya ke sel tahanan.
"Kau tidak perlu menemuinya, Yas. Dia orang yang berbahaya. Jika saja aku tidak memperkenalkan Ken padanya, kau juga tidak akan mengalami hal ini."
"Aku juga perlu tahu, kenapa Ken melakukan hal ini. Aku tidak bisa hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun," Yasmine berkata mencoba membujuk Hiro. "Aku mohon jangan pernah Paman bicara seperti itu lagi. Jika ini memang harus terjadi, maka sudah semestinya pula aku yang menyelesaikan masalah."
"Baiklah," ujar Hiro akhirnya mengalah melihat kesungguhan di mata keponakannya itu. "Aku akan memberi izin untuk pergi dan aku sendiri yang akan mengantarmu."
Yasmine tersenyum senang atas persetujuan Hiro. Dia tidak akan menyerah untuk memperbaiki situasi yang tengah melilit dirinya saat ini.
"Ken melakukan semua ini demi dirimu, Yas," ucap Tokiya saat Yasmine berkunjung. "Dia merasa frustrasi karena tidak bisa lagi bermain biola."
Yasmine berkata menatap lurus ke mata Tokiya. "Bagaimana itu bisa demi aku? Dan mengapa dia tidak bisa lagi bermain biola? Bukankah dokter bilang keadaannya membaik?"
"Tidak," Tokiya berkata lirih. "Dia tidak baik-baik saja. Saraf tangannya mengalami kerusakan. Akan sulit baginya menggerakkan lengannya terlalu lama."
"Apa?" Yasmine terperangah.
"Benar. Dan dia tidak ingin kau melihat keadaannya yang seperti itu," jawab Tokiya.
"Itu sebabnya dia berbohong dan menyembunyikan dariku? Lalu, mengapa kau mendukungnya dengan melakukan semua ini?"
"Aku memang bersalah,” balas Tokiya. "Ken hanya ingin mewujudkan impianmu. Memainkan biola di panggung orkestra seperti yang kau suka. Dia sangat takut kau akan meninggalkannya."
Yasmine menarik napas. Konser? Benar. Dia memang pernah menginginkan hal itu. Melihat konser pemain biola favorit sang ibu dan duduk bersamanya. Tapi jika semua yang dilakukan Ken semata-mata untuk dirinya, dia tidak bisa menerima tindakan tersebut. Terlebih lagi harus menghancurkan hidup lelaki itu. Ternyata selama ini dia tidak benar-benar mengenal Kenichi dengan baik.
Perlahan rerintik hujan mulai berganti dengan buliran deras. Buru-buru Yasmine memasukkan kembali ponselnya ke jaket hodie, lalu mengenakan kembali masker. Dia berlari cepat menuju parkir. Sejujurnya dia tidak menyukai hujan. Hujan memberikan kenangan buruk bagi Yasmine. Jika ada voting suara untuk memilih musim, dia akan dengan senang hati memilih berada di musim panas. Tidak masalah jika harus membuat kulitnya kecokelatan daripada menggigil kedinginan.
Nyatanya, kini lihatlah dia justru menaungi diri di bawah payung menyelamatkan tubuhnya dari terpaan hujan. Berbagi dengan dua bocah TK mengelilingi area pintu masuk taman. Dia menemukan kedua bocah itu tengah bertengkar. Si bocah perempuan menangis sembari mencipratkan air ke arah temannya, hingga membuat bocah laki-laki itu marah. Dia membantu keduanya mencari gantungan kunci seekor kelinci yang tertinggal di taman.
"Apa kalian tidak ingin berbaikan?"usul Yasmine sesampainya di tempat parkir melihat keduanya masih memasang wajah cemberut. "Haruskah gantungan kunci ini untukku saja?"
"Tidak bisa!" seru bocah laki-laki itu cepat. "Itu akan membuatnya menangis lagi."
Yasmine tersenyum. Dia melirik ke arah bocah perempuan yang sebelumnya menatap dirinya dengan mata berair. "Benarkah kamu sangat menyukai benda ini?"