Maafkan sebelumnya atas ketidaksopanan saya yang berulang. Tapi bisakah kali ini waktu pertemuannya juga dimundurkan pukul empat sore? Saya tidak bermaksud mengingkari janji. Tapi ada urusan yang tidak bisa saya tinggalkan.
Yasmine membaca pesan yang tertera di ponsel milik ibunya. Dia bersungut mendapati isi pesan tidak sesuai dengan harapannya. Sudah kali ketiga pelanggan pertama, Si Paman Mesin Capit tersebut membatalkan janji temu mereka. Sesuai permintaan darinya, sang ibu menyelesaikan setelan jas itu. Empat pekan terasa sangat singkat ketika diri disibukkan dengan aktifitas. Begitu pula bagi Yasmine. Usai mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah, rutinitasnya dilanjutkan mengunjungi butik ibunya. Di sanalah dia bertindak sebagai asisten fashion.
"Apa putri Anda sungguh ingin membuat kami pensiun dini, Mrs. Wahid? Dia tidak membiarkan kami menyentuh semua bahan pakaian itu. Dia bahkan membelikan camilan untuk menyerahkan setiap pola yang dijadikan pakaian," tutur salah satu pegawai butik pada Sabrina dengan senyum mengembang sembari mengamati sikap antusias Yasmine.
Sabrina bahkan tidak bisa menghentikan aksi putrinya itu membongkar perlengkapan menjahit. Mulai dari guntingan kain bercampur dengan gulungan benang, peniti, kertas pola, serta meteran semraut di lantai. Satu hal yang membuat Yasmine berhenti mengobrak-abrik peralatan itu saat tangannya tertusuk oleh jarum jahit. Akhirnya dia hanya membantu mengambil bahan dan alat yang dibutuhkan sang ibu. Dia pula menjadi fotografer. Menjepretkan apa yang ada di depannya.
"Mau berapa banyak yang kamu foto, Yas? Bisa-bisa uang Mama habis gegara kamera dari Si Paman Mesin Capit itu," omel Sabrina kala itu membeli kertas instax mini.
"Tapi benar kan, keluarga temen sekolah Yayas jadi pelanggan Mama di butik. Berkat siapa coba? Hehe...." Yasmine sumringah dengan berkacak pinggang.
Sabrina terpingkal melihat sikap pongah putrinya. Dia pun akhirnya membelikan dua kotak kertas instax dan sekotak pie susu. Namun ternyata sesampainya di apartemen, mereka justru membawa banyak belanjaan. Ada sekardus camilan untuk dibagikan ke para pegawai butik. Termasuk tas sekolah Yasmine berkarakter Anime Pokemon.
"Apa yang kamu lakukan di sana, Sayang? Berhenti keluar-masuk atau kamu akan menghalangi orang-orang untuk melewati pintu itu. Lebih baik kamu duduk, habiskan puding jagungmu," bujuk Sabrina.
"Nanti Yayas ke toilet, kebanyakan makan," jawab Yasmine tetap mengarahkan pandangannya ke jalanan. "Apa jam di sana itu uda benar, Ma? Atau habis baterainya?"
Sabrina menatap jam bulat yang terpasang di atas lemari kaca. Jarum jam menunjuk tepat ke angka tiga. "Tentu saja benar. Baru kemarin Mama beli baterainya. Kamu sendiri 'kan, yang memasang baterainya?" ucapnya seraya tangannya kembali mencatat ukuran pesanan dari para pelanggan.
Para pegawainya masih sibuk berkutat oleh tugas mereka masing-masing. Ada pula yang mendatanginya meminta persetujuan desain pakaian untuk mereka kerjakan. Butik miliknya berlantai dua di kawasan lengang kendaraan. Meski demikian, dikarenakan letaknya strategis di pinggir jalan, orang akan mudah menemukannya. Selain tenang dari keramaian, hal lain yang membuat Sabrina nyaman yakni dekat dengan apartemen mereka maupun ke sekolah Yasmine.
Setengah jam berlalu, posisi Yasmine belum berubah mengamati jalanan. Sabrina meletakkan kacamata, lalu menghampiri putrinya. "Mama tahu kamu pasti menunggunya, tapi kamu akan lelah sebelum bertemu kalau terus berdiri seperti itu. Selain menunjukkan hasil fotomu, apa ada hal lain yang ingin kamu tunjukkan padanya?"
"Haruskah kita membelikannya makanan atau buah-buahan?" Yasmine balik bertanya.
"Keduanya juga boleh," jawab Sabrina. Dia tidak tega melihat raut wajah putrinya yang tampak bingung. "Haruskah kita pergi sekarang?"
"Apa boleh Yayas pergi sendiri?" tanya Yasmine. "Lihat sekeliling, langsung pergi ke tempat ramai kalau ada orang yang mencurigakan dan juga bawa semprotan merica," lanjutnya mengulangi instruksi yang sering diucapkan ibunya.
Sabrina tersenyum. "Bagaimana ini? Kenapa sepertinya Mama tidak rela kamu terlalu cepat menjadi besar, Sayang! Haruskah kamu tetap jadi anak kecil saja?"
"Kalau gitu nanti Yayas gak bisa pacaran dan menikah karena masih anak-anak, dong, Ma," ujar Yasmine sekenanya.
"Astaga, Sayang... Apa itu yang kamu pikirkan untuk cepat dewasa?" Sabrina pun kemudian tertawa nyaring. Hal tersebut tak pelak membuat para pegawainya ikut tersenyum mengetahui ibu dan anak itu terlihat asyik mengobrol.
Sepeninggal Yasmine berangkat ke toserba, Sabrina kembali melanjutkan pekerjaannya. Dia sengaja menempatkan ruang kerjanya di lantai bawah meja kasir dan bersama deretan busana rancangannya karena lebih menyukai berinteraksi langsung dengan pelanggan. Kini dia tengah fokus mempersiapkan beberapa pakaian musim dingin anak-anak untuk acara amal. Konsentrasinya terputus mendengar pegawai kasirnya menyebut nama dirinya.
"Anda mencari Mrs. Wahid? Beliau ada di ruang kerjanya," ucap pegawai kasir wanita itu pada seorang pria. Sabrina terperanjat mengetahui siapa pengunjung yang ada di depan meja kasir. Dia pun segera beranjak, mendatangi tamunya. "Apa yang membuat Anda datang ke sini, Mr. Tamada? Senang bertemu Anda kembali," Sabrina mengulurkan tangannya.
"Oh, begitu juga denganku. Senang juga bertemu Anda kembali," jawab pria tersebut menjabat tangan. "Bisakah kita bicara? Hal ini berkaitan dengan kedatanganku ke sini."
"Tentu saja," kata Sabrina seraya mengajak tamunya duduk di kursi panjang yang letaknya di tengah ruangan.
•••