Sunrise pagi ini tidak ingin terburu-buru menampakkan diri di ufuk timur. Barangkali keadaan itu mengikuti hujan yang turun kemarin sore. Tempat tidur bertipe queen size telah dirapikan oleh si pemilik. Hanya saja pemandangan di lantai dengan tone warna kayu tersebut bertolak belakang dengan kerapian itu. Di sana dipenuhi beragam mainan Puzzle Lego. Berserakan hingga ke bawah meja rias. Perbuatan itu yakni ulah dari Raef Wijaya. Bocah laki-laki itu terus memasang dan membongkar susunan puzzle tanpa peduli raut kekesalan wanita yang duduk di belakangnya.
"Apa kamu sungguh tidak mau menerima permintaan maaf Mommy, Ef? Bolehkan, Mommy ikut main? Setelah itu kita pulang, ya, Sayang?" bujuk si ibu.
"Mommy sama Papi jahat! Tapi Mommy lebih jahat. Ef gak mau pulang!" Raef tetap bersikeras dengan keinginannya.
Grace menghela napas. "Tante Ami, kan harus bekerja. Lalu siapa yang jagain kamu di sini? Oh iya, Starr juga sudah pulang sama Tante Dira. Kamu bisa ajak main lagi di rumah."
Mendengar nama tante maupun sepupunya disebut, Raef sedikit terpengaruh. Dia menoleh. Namun tangannya sibuk kembali memasang puzzle. Kali ini Grace hanya diam. Kehilangan cara untuk membujuk putranya itu. Sampai Rehan muncul di dekatnya. Tersenyum, mengangkat bahu.
"Kalau nanti Ef tidak marah lagi sama Mommy dan Papi, Ef pulang, ya," ucap Rehan bernada lembut. "Selama di sini, kamu tidak boleh sampai mengganggu pekerjaan Tante Ami. Oke?"
Raef mendongak, lalu mengangguk. Sang ayah pun berdiri seraya mengelus rambutnya dan keluar dari kamar itu diikuti oleh ibunya. Mereka menghampiri Yasmine di dapur yang tengah membuat omelet sayuran.
"Meski omeletmu tidak sebagus buatanku, ternyata putraku lebih menyukainya dan sekarang kupikir kau lebih cocok menjadi ibunya," cetus Grace mencomot omelet yang terhidang di meja makan.
Yasmine dan Rehan tertawa mendengar gerutuan Grace yang mengartikan kecemburuan itu. Meski baru sehari berada di rumah saudarinya tersebut Raef menolak pulang, bahkan tidak mau menerima telepon darinya. Padahal besok hari libur dan mereka ingin mengajaknya jalan-jalan. Bocah itu lebih marah terhadapnya karena sekarang dalam rahimnya kelak akan lahir seorang bayi. Dan hal itu tampaknya belum diterima Raef. Cemas jika nantinya dia tidak mendapat perhatian. Dia menilai sang ibu sengaja menitipkannya di rumah sang tante.
"Aku sudah bilang padamu, Raef itu lebih sensitif sepertimu dan kau bisa lihat sendiri bagaimana dia sedang marah," ujar Rehan, mengenakan kembali jas hitamnya.
"Oh, maksudmu kau menyalahkanku karena dia memiliki sifat sepertiku?" Grace tampak tersinggung oleh candaan suaminya yang tidak tepat.
"Bukan begitu," kata Rehan, "anak kecil itu lebih polos dan lebih dulu mendapat penjelasan daripada orang dewasa. Pada akhirnya niatmu untuk menyembunyikannya dariku justru berdampak pada kemarahan Raef."
"Menyembunyikan? Apa maksudmu? Aku hanya ingin memberi kejutan di hari ulang tahunmu atau kau memang ingin aku berhenti mengurus restoran?" Grace mulai marah menghadapi jawaban Rehan.
"Tunggu sebentar," sela Yasmine, maju selangkah menengahi perdebatan suami-istri itu, "soal Raef biar aku yang mengurusnya. Kalau kalian begini justru menambah masalah baru. Lagipula hari ini aku ada kegiatan pemotretan di luar dan karena sudah ada fotografer pengganti, aku bisa mengajaknya."
"Di mana? Apa itu jauh dari sini?" tanya Grace, melupakan perdebatannya barusan.
"Di butik Mrs. Tyler," sahut Yasmine. "Kalian bisa lanjutkan pertengkaran di rumah dengan ... bulan madu kembali."
"Enak saja!" sembur Grace, memelototi Yasmine dengan wajah memerah. Dia melirik ke arah Rehan, yang ternyata juga tengah menatapnya lewat kedipan mata.
"Oh, lihatlah aksi romantisme kalian yang tidak mengenal waktu dan tempat itu membuatku telat sarapan pagi," gumam Yasmine.
Pasangan itu hanya tertawa. Mereka pun berpamitan. Usai ditinggalkan ayah dan ibunya, Raef mengambil posisi di meja makan, lalu menduduki salah satu kursinya. "Ternyata Raja kita sudah lapar," ujar Yasmine, meletakkan sendok ke piring Raef. "Tante juga sudah lapar karena pagi-pagi mendengar omelan dari mommy-mu."
•••
Manekin berkonsep dapat berputar serta di-styling yang telah dibalut aneka busana menyita perhatian tim fotografi termasuk Yasmine. Dia memperhatikan deretan longdress. Mulai untuk acara formal hingga casual dengan berbahan sutera, satin, brukat serta beludru. Disusun bertingkat membentuk segitiga mengikuti undakan tangga sebelah kanan menuju lantai dua. Begitu pula halnya diatur serupa pada undakan tangga yang berada di sisi kiri. Meski telah berkunjung berkali-kali dalam urusan pekerjaan, dirinya tetap takjub oleh seluruh desain busana dipadu padankan oleh tata letak setiap model busana. Keberadaannya di sini memenuhi permintaan Gabela Tyler, istri dari Anthony Tyler, mengabadikan karyanya selama 55 tahun berkarier menjadi desainer.
"Aku sudah menyiapkan busana cadangan di ruanganku jika kau tidak menyukai model busana yang ada di sini," tutur Gabela, berdiri di sebelah Yasmine, mengawasi penataan setiap busana yang dilakukan para karyawannya.
"Ini sudah sangat indah dan aku tidak perlu lagi mengubahnya," ungkap Yasmine, netranya masih tidak lepas mengagumi busana yang ada di sana. "Semua pakaian hasil dari rancangan Anda telah melegenda. Seperti yang pernah kukatakan, bahwa ibuku adalah penggemar Anda sejak memulai karier sebagai desainer."
"Wah, jika kau terus mengatakan hal seperti itu, aku yakin sebentar lagi ibuku akan menangis," sahut pria yang tengah melonggarkan dasinya di samping Gabela.
Yasmine menoleh ke arah pria bernama Kevin Tyler, tersenyum. Sementara Mrs. Tyler mendengus. "Diamlah anak nakal! Di mana Shawn?"