"Anda baru saja mengatakan, mengenakan? Benarkah?" Yasmine terperangah dengan tawaran yang tiba-tiba itu.
"Benar," jawab Gabela. "Kenakan gaun ini dan jadilah modelku, Yasmine!" tandasnya.
Pernyataan yang dilontarkan Mrs. Tyler lebih terdengar seperti permintaan di telinga Yasmine. Tanpa sadar dirinya mengikuti wanita itu membimbingnya duduk. Dia masih mencerna isi percakapan. Sementara Mr. Tyler dan Robin juga duduk dengan kebingungan di wajah keduanya.
"Menurut pengamatanku, gaun itu bukan hanya sesuai dengan ukuran tubuhmu, tapi cocok untuk kau kenakan," Gabela memberi penjelasan.
"Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya? Mengenakan gaun itu terlalu berlebihan untukku dan haruslah dikenakan oleh orang yang juga luar biasa," ucap Yasmine tidak percaya diri.
"Dan orang itu adalah dirimu, Yas," sela Robin. "Saat aku melihatmu mengarahkan tata letak pencahayaan, posisi angle dari setiap objek yang kau foto dan dengan sikap antusiasmemu di belakang kamera, aku bisa tahu bahwa kau mempelajari itu semua dari dirimu yang dulu sebagai tokoh utama di depan layar. Kau tetap bersinar sebagaimana ketika kau menjadi seorang model. Bukankah kau pernah bercerita kalau kau melakukan kesalahan dalam pemotretan pertamamu? Dan hal itu membuatmu berlatih sepanjang malam di depan cermin."
Yasmine terdiam. Robinson mengulang kembali ucapannya dalam pertemuan mereka di restoran untuk mentraktir kopi. Walaupun fakta itu benar, kali ini dia merasa tidak seyakin dulu saat dirinya menyelami dunia modeling. "Itu sudah lama. Aku bahkan tidak ingat bagaimana caranya berdiri di depan sorot kamera," ujarnya.
"Cukup ikuti perasaan yang kau rasakan saat mengenakan pakaian itu dan kameraku yang akan mengikuti gerakanmu," kata Robin dengan suara tenang, memberi senyuman hangat.
"Aku setuju," ungkap Gabela. "Tapi maafkan aku karena sebelumnya telah terburu-buru meminta keputusanmu, Yas. Tidak adil rasanya memberimu pilihan tanpa tahu apa yang akan kau kenakan. Maka aku akan memperlihatkan gaun itu padamu. Terlepas dari keputusanmu, jika nantinya kau menolak atau menyetujuinya."
Yasmine merasa terhomat atas perkataan Mrs. Tyler yang bijak tersebut. Dia melihat sang suami menggeser jajaran pakaian ke sebelah lemari arsip, di sana terlihat pintu berwarna cream. Pintu yang sebelumnya terhalang oleh busana tersebut didekati oleh Mrs. Tyler, lalu menekan panel tombol-memasukkan kode sandi agar pintu terbuka. Dia dan Robinson memperhatikan apa yang dilakukan suami-istri itu, sampai Mrs. Tyler berujar, "Kalian bisa masuk dan berikan penilaian kalian setelah melihatnya, khususnya dirimu Yasmine."
Langkah Yasmine sedikit ragu menuju pintu. Dia merasa gugup sekaligus antusias akan gaun seperti apa yang nantinya untuk dikenakan dan penilaiannya pada gaun itu. Nyatanya dia tidak bisa menyembunyikan kegugupan yang menyertainya sejak tadi saat tepat di depan mata terdapat sebuah gaun pernikahan. Berdiri tegak dilingkaran beludru secara anggun membalut manekin putih diletakkan dalam kotak kaca. Sungguh rancangan gaun bak putri kerajaan. Di tengah kebisuan, ingatan masa lalu menyelinap. Otomatis memundurkan kaki jenjangnya selangkah. Tanpa disadari, seseorang yang berada di belakang menahan pundaknya.
"Bisakah aku bicara dengan Yasmine sebentar, Bibi?"
"Ah, kau sudah datang, Dira," sahut Gabela. "Kupikir kalau kau yang menjelaskannya akan lebih mudah dimengerti."
Yasmine memandangi wanita di sebelahnya. Kenapa harus Indira yang menjelaskannya? Meski tidak mengerti, dia mengikuti Dira membawanya ke rest area. "Minumlah, Yas," ucap Dira, meletakkan gelas berisi air hangat.
Kalau kau sudah tiba di sini, datanglah ke ruanganku. Ada masalah dengan model utamanya. Yasmine juga bersamaku
Membaca pesan dari Bibi Gabela membuat Dira mengambil langkah cepat. Brian juga telah ada di sana, sehingga dia bisa meninggalkan Starr dan Raef.
"Konsep gaun pernikahan yang telah kau lihat di ruangan Bibi Gabela sebenarnya adalah ide dariku," Dira berkata selagi mengeluarkan album foto dari tasnya, lalu diletakkan di meja. "Paman Hiro membawakannya saat berkunjung ke restoran Grace, tepatnya di hari ulang tahunmu tahun lalu dan menyiapkan cake itu untukmu."
Alis Yasmine terangkat. "Paman ke Kanada? Tapi kenapa tidak menemuiku?"
"Meski bukan dengan cara menemuimu, dia tahu bahwa kau telah menemukan hal yang kau sukai, berada di belakang kamera," jelas Dira. "Dia tidak ingin kau terus dihantui oleh kenangan menyakitkan di masa lalu," jelas Dira.
Pandangan Yasmine terpaku pada album foto. Potret yang diabadikan selama dirinya berkarier di dunia modeling. Tamada Hiro juga yang memberikan gagasan itu sebagai momentum untuk mengingatkan dalam pencapaian sekaligus pembelajaran mengasah kemampuannya setiap hari lebih baik.
"Melihat album ini membuatku menemukan hal yang belum kaulakukan," kata Dira, menunjuk foto kosong di halaman album itu, "foto yang seharusnya kau letakkan di sini, bukankah gaun pengantinmu?"
Pertanyaan yang tidak ingin didengar apalagi untuk dijawabnya telah dilontarkan Dira. Dia hanya mendengarkan wanita itu meneruskan ucapannya. "Saat Bibi Gabela bercerita tentang keinginannya membuat desain penutup di hari pensiunnya bersamaan dengan hari pernikahan mereka, aku langsung terpikirkan album ini. Ukuran gaun itu juga sebenarnya mengikuti bentuk tubuhmu. Aku memintanya melalui Paman Hiro, lalu mencari model yang sesuai denganmu. Aku tidak menyangka akan terjadi masalah seperti ini."
Yasmine mendesah pelan. "Jadi itu sebabnya Mrs. Tyler terlihat sangat panik. Meskipun begitu, aku tidak yakin bisa melakukannya. Terlebih di depan kamera."
"Dengan mengenakan pakaian dari seorang desainer, aku bisa tahu curahan perasaan yang dituangkannya ke dalam desain itu. Kegembiraan, frustrasi, rasa letih dan kepuasan dari hanya sebuah pola menjadi pakaian utuh. Itu yang kau ucapkan padaku dulu saat pertemuan kita di Izmir," ujar Dira kembali mengulang perkataan Yasmine. "Kenyamanmu itu adalah hal yang lebih penting. Aku tidak akan membiarkanmu merasa tidak nyaman. Maafkan atas kelancanganku melakukan hal ini tanpa persetujuanmu."