Bersikap baik-baik saja dalam kepanikan menjadikan solusi paling mudah. Sadar atau tidak, efeknya hanya sementara. Yasmine mencoba melupakan sejenak pikiran idealismenya mengenai hal itu. Semenjak terjadi lemparan batu ke kaca jendela kamarnya, keamanan di sekitar studio maupun daerah kediaman keluarganya diperketat.
Mobil polisi pun silih berganti untuk berpatroli. Tentu saja keputusan tersebut tidak sepenuhnya diterima. Bukan karena tidak memedulikan keamanannya, dia tidak ingin membuat keresahan bagi para pegawai. Terlebih waktu yang dihabiskan selama dua bulan memperluas cakupan bisnis di bidang event organizer tidak bisa terabaikan begitu saja.
Sama seperti saat ini dan hari-hari sebelumnya, Yasmine merelakan dirinya ditatap aneh oleh para pegawai serta kliennya sebab datang ke acara pembukaan pusat kebugaran dengan seorang pria. Bukan seorang kekasih, melainkan bodyguard. Tentu saja dia dan Grace sempat beradu argumen untuk masalah pekerjaan.
"Kau tidak harus pergi bekerja, Yas. Urus pekerjaanmu dari rumah seperti biasanya," ujar Grace mengambil kunci mobil dari tangan Yasmine.
"Aku harus datang ke acara hari ini," tegas Yasmine.
"Lakukan secara virtual, tidak perlu berada di luar," Grace masih mempertahankan opininya.
"Ayolah, Grace. Pekerjaanku menuntutku berada di luar. Aku bertanggung jawab atas keselamatan para pegawaiku di lokasi dan kau ingin aku mengabaikan mereka?"
"Ya, jika itu demi keselamatanmu karena aku bertanggung jawab atas dirimu," tandas Grace.
"Grace...," keluh Yasmine.
Perdebatan dua saudari itu terjadi setiap kali Yasmine menyinggung ingin berangkat kerja. Hal inilah yang dikhawatirkan Yasmine. Grace bersikap protektif dan emosional. Dia tahu kekhawatiran tersebut disebabkan si peneror belum ditemukan. Pernyataan Robin sejalan dengan wajah yang terekam di kamera pengawas depan rumah bahwa peneror itu merupakan Emilia Grisham.
Polisi mengarahkan pencarian ke sejumlah lokasi yang biasa didatangi wanita itu. Robin menegaskan kecemburuan Emilia atas kedekatannya dengan Yasmine mengawali serangkaian teror tersebut. Mereka memastikan Emilia masih berada di negara ini sebab telah dikeluarkan perintah pelarangan ke luar negeri. Selain memberi ancaman, Emilia diketahui menjadi pemasok obat terlarang.
"Bisakah kalian berhenti?" kata Dira menengahi perdebatan keduanya. "Terutama untukmu Grace, pikirkan kehamilanmu yang sebentar lagi hanya menunggu waktunya."
Mereka memilih diam. Setelah memastikan kakak-adik itu duduk, Dira berkata kembali, "Aku setuju keselamatan Yasmine menjadi prioritas kita saat ini. Terkadang segala upaya yang kita lakukan tidak sepenuhnya memberi hasil yang diinginkan. Bukankah hal berbahaya itu bisa datang kapan dan di mana saja? Maka kita harus mencari cara untuk meminimalisir keadaan tersebut dengan mencegahnya. Untuk itu bolehkah aku memberi saran?"
"Saran?" ucap Grace.
"Apa itu?" tanya Yasmine pula.
Dira menatap mereka bergantian. "Membawa bodyguard."
Di sinilah dia bersama bodyguard di belakangnya selama acara berlangsung. Setidaknya dia bisa beraktivitas di luar. Walaupun bertentangan dengan kemauannya.
"Kau pasti merasa tidak bebas bergerak, bukan?" Robin menyapa di sampingnya.
"Itu lebih baik selama aku bisa keluar rumah," kata Yasmine meneguk Vanilla Latte dinginnya. "Kapan kau akan mulai bergabung dengan perusahaan broadcasting?"
"Aku menolaknya," balas Robin.
"Kenapa? Apa masih ada tawaran yang perlu kau pertimbangkan dan membuatmu ragu?"
"Semuanya sangat bagus. Hanya saja aku tidak yakin jika nantinya membuatku sulit bertemu denganmu."
"Benarkah itu yang kau yakini?" tanya Yasmine.