The plane will soon land at the Vancouver international airport
15.00, waktu terkini yang ditampilkan pada arloji saat pemberitahuan dari mikrofon dalam kabin pesawat didengungkan. Yasmine menonaktifkan kamera dan memasukkan ke tas ransel. Dia mengenakan kembali jaket denimnya, lalu menghabiskan sisa air mineral dalam botol plastik.
"Apa Anda akan mencari minuman lagi setelah turun, Miss. Ellison?"
Yasmine segera menoleh ke belakang. Dia tersenyum pada pramugara yang menyapa dan sepertinya menyadari apa yang baru saja dilakukannya. "Ya, kupikir begitu. Tapi perutku ternyata juga ikut lapar."
Pramugara itu tertawa. "Aku memang tidak membawa makanan atau minuman, tapi sebagai gantinya aku membawa sesuatu sebagai persiapan memasuki musim dingin. Tolong terimalah."
Yasmine memandangi sarung tangan dari rajut yang dipegang pramugara itu. "Ini untukku? Sangat indah. Apa ini buatan tangan?"
"Benar. Ibu mertuaku yang membuatnya," jawab si pramugara. "Sebagai rasa terima kasihnya karena telah menemukan rumah impian masa tua mereka berkat rekomendasi yang Anda berikan. Jadi tolong terimalah hadiah ini."
"Syukurlah hal itu bisa membuat mereka bahagia. Kalau begitu, aku akan menerimanya dengan senang hati," sahut Yasmine mengambil sarung tangan itu.
Di pintu keluar bandara, Yasmine tersenyum senang karena sarung tangan itu akan membantu bersiap menghadapi hawa dingin yang akan segera tiba. Pramugara tersebut merupakan klien yang dahulu pernah melakukan foto preweding di studio miliknya. Tidak ingin berdiri lebih lama, dia segera menaiki taksi dan menyebutkan lokasi tujuannya. Dia mengeluarkan ponsel, lalu mencari nomor orang yang ingin ditelepon. Namun ternyata orang itu sudah mendahuluinya.
"Sudah sampai di mana?"
"Aku baru saja menaiki taksi. Ada tempat yang harus aku datangi dulu sebelum pulang. Tapi kenapa kau berbisik seperti itu? Tunggu, apa Grace ada di situ?"
"Ya. Dia juga sudah menyiapkan bahan omelannya."
"Dengan makanan? Ah, pasti perutmu sekarang merasa tertekan, bukan? Aku akan secepat mungkin menyelesaikan urusanku. Tolong bertahanlah sampai aku tiba."
Yasmine menutup telepon. Dia merasa kasihan dengan si penelepon karena telah menjadi bahan percobaan makanan Grace. Seperti yang dikatakannya barusan, ketika taksi tiba di tempat tujuannya, dia pun segera melangkah cepat ke pintu masuk. Sembari menyeret koper, netranya memandangi papan peta yang menunjukkan area semua tempat di taman ini. Dia memutuskan ke bagian Totem Poles. Lokasi itu paling cocok dengan referensinya.
Kawasan di sekitar taman telah memiliki pembagian area masing-masing untuk dikunjungi para pengunjung. Tempat ini menjadi salah satu landmark di Vancouver sebagai wahana pembelajaran, aktraksi sekaligus rekreasi. Yasmine telah bersiap mengarahkan kamera DSLR-nya.
Dia selalu bersemangat setiap kali lensa kamera menangkap detail objek. Usai memfoto lokasi untuk kebutuhan kerjanya, dia akan mengakhiri kunjungan. Jika tidak mengingat ulah Grace pada Sarah di rumah, dia akan berlama-lama di sini sampai jadwal taman ini ditutup.
Di area kebun mawar, tampak empat remaja perempuan tengah sibuk berfoto dengan ceria lewat kamera ponsel mereka. Seketika Yasmine tertarik untuk mendatangi mereka, sebab mendengar kegaduhan itu. Dia menawarkan diri untuk membantu memfotokan mereka menggunakan kamera polaroid agar bisa mendapatkan hasil jepretan tersebut.
Melihat keceriaan para remaja itu membuatnya tertular untuk kembali memotret. Dia mulai membidik objek secara acak yang terlihat di depan mata dan kamera langsung mengeluarkan hasil cetakan foto. Ketika hendak mengarahkan lensa kamera, dia merasa ada yang menarik ujung bawah kemejanya. Dia pun mendengar suara anak kecil. "Tante, Tante."
Yasmine menoleh ke bawah. Dia langsung bertemu dengan mata biru tua milik bocah laki-laki yang tengah memandanginya. Dia terbengong, mengetahui siapa bocah itu. Dia pun berkata ceria, "Hai, Starr! Ternyata kamu yang sejak tadi panggil Tante, ya? Apa yang kamu-tidak, apa kamu datang bersama ibumu?"
Bocah itu tidak menjawab, justru hanya melirik ke arah kamera polaroid yang sedang dipegangnya. "Kamu ingin memakainya, ya?"
Starr memberi anggukan tegas. "Baiklah. Kalau begitu, berdirilah di sini dan letakkan tanganmu di kamera ini. Wah, anak pintar. Kamu langsung memahaminya," ujar Yasmine merasa kagum. "Sekarang gunakan jari telunjukmu untuk menekan tombol memotret ini. Oke, coba kita lihat hasilnya."
Kertas foto keluar dan menampilkan jalanan sekitar. "Wah, kamu memang berbakat! Hasil fotomu terlihat lebih bagus daripada hasil foto Tante waktu kali pertama memotret. Ambillah foto ini dan nanti tunjukkan pada ibumu. Oke?"
Starr terlihat ceria atas pujian Yasmine, lalu dia berlari dengan riang membawa foto tersebut. Yasmine pun turut senang memperhatikan tingkah bocah itu. Dan saat itulah dia melihat Indira bersama Brian berdiri tidak jauh darinya. Mungkinkah mereka baru saja ada di sana atau sudah sejak tadi mengamatinya? Dia mulai tidak tenang ketika Dira menghampirinya.
"Pantas saja Starr berlari dariku, ternyata karena dia melihatmu memotret," ucap Dira sambil memungut foto yang jatuh dan memberikannya pada Yasmine. "Kau langsung datang ke sini setelah dari bandara?"
"Benar. Kau mendengarnya dari Grace?"
"Ya. Siapa lagi? Itu juga karena dia mengomel sebelum berangkat ke rumahmu," balas Dira. "Kau mengatakan akan menghubungiku, tetapi aku tidak mendapat telepon darimu. Kau tidak sedang menghindariku, bukan?"