Sinar lampu bertaburan di ballroom gedung konstruksi. Layar besar memenuhi panggung dengan podium di sisi kiri dari depan meja bundar para tamu. Semua kursi telah ditempati oleh para tamu undangan serta dewan direksi. Malam ini menjadi puncak serangkaian acara launching apartemen maupun hotel. Kini akan disajikan pemutaran film dokumenter dari pendirian perusahaan konstruksi beserta cabangnya yang tersebar ke seluruh kawasan Amerika dan Eropa.
Bagian luar gedung juga tidak kalah meriah. Selain diadakan bazar buku, peralatan rumah tangga, elektronik, sajian kuliner hingga pakaian dengan pemberian diskon, di sana berkumpul para selebgram, vlogger dari sosial media. Rangkaian acara ini disiarkan melalui stasiun televisi maupun daring sejak hari pertama dan menjadi pusat perhatian penjuru negeri.
"Seharusnya sejak tadi kalian duduk manis seperti ini," Grace memandangi dua bocah lelaki depannya. "Jadi tetap begini sampai acara selesai, kecuali kalau kalian sudah mengantuk."
Raya, putri bungsunya yang tidur dalam pangkuan Rehan menggeliat. "Baiklah, aku akan mengecilkan intonasiku," ujarnya melirik sang suami hendak bersuara. "Kakakmu belum kembali? Apa dia terlalu gugup dan masih menghapal pidatonya?"
"Belum kembali? Ke mana Dira pergi?" Yasmine menanggapi yang muncul di samping Grace.
"Di ruangan Brian untuk berganti pakaian karena Starr menumpakan minumannya," sahut Rehan."
"Kalian sudah menghubunginya?" tanya Yasmine.
"Belum, mereka membuatku tertahan melakukan hal lain," balas Grace dengan mengarahkan dagunya pada Raef dan Starr. "Dira meninggalkan tasnya, tapi kulihat dia membawa ponsel. Coba hubungi kakakmu, Re."
"Biar aku yang ke sana," tawar Yasmine. "Kebetulan aku akan ke bagian HRD untuk mengambil USB."
"Baiklah," kata Grace. "Kalau begitu bawakan tasnya dan suruh dia berhias lagi agar saat di podium terlebih segar."
Yasmine menekan tombol lift sembari menghubungi Dira. Panggilan kedua darinya belum mendapat jawaban. Dia pun gelisah karena tidak biasanya Dira seperti ini. Terlebih wanita itu tidak membawa tas. Barulah pada panggilan ketiga, Dira mengangkatnya. "Dira, kau baik-baik saja? Apa kau masih di ruangan Brian?"
"Yas..."
"Sebentar lagi aku sampai," Yasmine berkata, lalu menutup panggilan. Dia mengamati pintu lift, menunggu dengan tidak sabar. "Aku mohon, cepatlah."
Dia bergegas keluar ketika pintu membuka serta memacu langkahnya di sepanjang koridor yang sepi. Dia mendorong pintu ruang kerja Brian dengan cepat. Kecemasan itu pun menjadi nyata melihat Dira bersandar pada dinding samping pintu kamar mandi seraya merintih kesakitan. Tangannya gesit mengambil minuman botol berisi air mineral di meja untuk memudahkan Dira meminum obat.
Dira memejamkan mata setelah menelan obatnya dan mencoba mengatur napas saat Yasmine membantunya berjalan untuk duduk di sofa.
"Aku tidak bisa melihatmu seperti ini, Ra! Kita ke rumah sakit sekarang dan menghubungi dr. Connor," ujar Yasmine.
Mata Dira langsung terbuka lebar dan menghentikan tangan Yasmine yang memegang ponsel. "Tidak, jangan Yas. Aku hanya perlu beristirahat sebentar dan kondisiku akan stabil kembali. Aku harus berada di sana."
Yasmine menoleh menatap wajah pucat Dira. "Beristirahat dengan cara seperti ini? Apa kau sadar, jika kau terus memaksakan diri itu hanya akan memperburuk kondisimu. Kau bahkan lupa meminum obatmu! Kau ingin aku tetap diam dan mengabaikannya?"
"Percayalah padaku," pinta Dira. "Tadi kepalaku memang terasa pusing, tapi sekarang aku baik-baik saja. Aku tahu penyakitku bisa kambuh kapan saja dan kau bisa mengawasiku. Jadi aku mohon bantu aku untuk bisa berada di sana sampai acara selesai."
"Dira ...." keluh Yasmine.
Getar dari ponsel Dira mengalihkan argumen keduanya. Mengetahui Brian menelepon, Dira segera menjawabnya. "Baiklah. Aku akan ke sana."
Yasmine masih ingin mengajukan keberatannya karena Dira bersikeras melanjutkan ke tempat acara, namun wanita itu sudah berdiri. "Acara ini bukan hanya tentangku, tapi kisah ribuan orang yang menaungi hidup mereka dan terlibat di dalamnya. Maka acara ini harus berjalan sebagaimana mestinya sebagai pengingat perjalanan mereka."
Sama seperti acara ini, penyakitmu bukan hanya tentang dirimu seorang, Ra, pikir Yasmine tanpa dikeluarkannya. Dia memberikan tas Dira yang dibawanya. "Grace menyuruhku agar kau berhias kembali sebelum turun dan sekarang aku sepakat dengannya."
•••
Imajinasi membawa kita ke dunia lain yang tidak pernah ada. Tapi kita bisa ke mana-mana dan berada di mana-mana.