Romantic Destination (I Still Love You) Part 2

Alita
Chapter #26

For You

Gate kedatangan-keberangkatan domestik dan internasional dijejali pengunjung untuk menjemput maupun melepas orang terkasih dari jangkauan mata. Sejumlah pegawai bandara tidak luput bertempur layaknya di medan perang demi memenuhi tugas serta tanggung jawab mereka yang terbaik. Gema panggilan pesawat silih berganti diikuti oleh informasi kota atau pun negara tujuan pada papan layar di terminal bandara. Hal tersebut sejalan dengan yang dilakukan Yasmine. 

"Jika lebih lama dari ini, tulang tanganku benar-benar akan remuk karena ulahmu!" keluh Tamada Hiro. 

"Jika hal itu bisa membuatmu tetap berada di sini, Paman, aku pikir itu akan lebih menguntungkanku," sahut Yasmine. "Aku tahu, sikapku terdengar egois. Namun, bisakah Paman tidak pulang? Haruskah aku meminta izin pada Bibi Mizumi dan menjelaskannya?"

Sejenak Hiro menghela napas. Dia berganti menggamit tangan Yasmine. Dia tidak rela melihat kesedihan dari si pemilik suara itu. Keponakan yang teramat dicintai serta telah dianggap putrinya sendiri. Dia bisa mengerti alasan di balik kecemasan tersebut yang serupa dirasakannya dua hari lalu dalam perjalanan menuju Kanada. Pernyataan beserta permohonan di bibir gadis kecilnya mengandung kalimat, 'pernikahan' menempatkan dirinya kini di negara daun maple. 

Perlahan dia menepuk punggung tangan tersebut dengan berkata, "Saat kau meminta izinku untuk meninggalkan Tokyo, sejujurnya aku belum benar-benar menerimanya, Nak. Takut tak bisa menemukanmu dalam pandanganku. Namun, sampai seluruh hasil fotomu berada di tanganku, akhirnya aku pun mendapat keyakinan bahwa kau telah memulai menciptakan kisah hidupmu dan berhasil mengatasinya. Itu semua karena kegigihanmu, Nak. Apa kau tidak memercayainya?"

"Mengatasi dan kegigihan? Entahlah, Paman. Aku tidak seyakin itu," desah Yasmine. Terpekur menatap lantai kursi tunggu.

Hiro mengurai genggaman tangannya, lalu menangkup wajah Yasmine sembari menyeka bulir air mata yang berada di sana. "Aku yakin kau bisa, Nak. Lakukan sebagaimana layaknya seorang ibu. Tidak peduli bagaimana silsilah lahirnya dari rahimmu atau pun bukan, hal itu bukanlah penghalang dari bentuk rasa cinta serta kasih sayang. Kau hanya perlu menyemaikannya ke hati mereka. Percayalah, kau bisa melakukannya, Yas."

Ungkapan yang dilontarkan itu menuntaskan tangisnya dalam dekapan Hiro. Dia baru mengendurkan pelukannya tersebut saat terdengar panggilan penerbangan atas tujuan Hiro didengungkan. 

"Tidakkah kau ingin memperlihatkan senyummu pada pria tua ini? Haruskah aku menyuapmu dulu dengan lolipop?" Hiro berkomentar usai Yasmine mengusap hidungnya yang berair. 

"Paman pikir cukup menyuapku dengan itu? Aku yakin penawaran dari Bibi pasti lebih menggiurkan untuk kuterima," kata Yasmine disela senyumnya. 

"Ah, baiklah. Jika diskusi ini melibatkan perkumpulan wanita, sudah pasti tidak ada bandingannya," balas Hiro menyerah. "Aku akan menjadi orang yang selalu dipihakmu. Kau tahu itu bukan?"

Yasmine memberi anggukan. "Sampaikan salam dan terima kasihku pada Bibi atas hadiahnya. Beri kabar padaku setibanya di rumah. Satu hal lagi, jangan cemaskan aku di sini. Aku akan mengingat semua petuah itu darimu, Paman."

"Ya, aku percaya itu," tutur Hiro seraya meraih kopernya.

Tamada Hiro melangkah memasuki barisan antrian check-in. Lambaian tangan keduanya turut mengiringi sesaat sebelum Hiro menyerahkan tiket penerbangan hingga sosoknya tidak terlihat dari jangkauan netra. Sementara, dari belakang Yasmine, seorang bocah laki-laki berlari menghampiri dan segera memeluk dirinya dengan erat. Otomatis dia terperangah oleh gerakan secara tiba-tiba tersebut.

"Kenapa berlarian di tempat ramai begini, Sayang?" tanya Yasmine selagi menyeka keringat di dahi bocah laki-laki di depannya. "Apa kamu haus?"

"Ice cream," jawab Starr.

"Bukankah tadi pagi kamu sudah menikmatinya? Tidak baik untuk gigimu kalau terlalu banyak memakannya," ujar Yasmine. "Bagaimana dengan jus stroberi?"

"Buat jus?" tanya Starr.

"Buat? Tentu saja bisa, tetapi kita kehabisan buahnya di rumah," sahut Yasmine.

"Sebelum pulang, kita bisa membelinya. Bagaimana menurutmu, jagoan? Kamu mau?" sela Brian sembari menggendong putranya itu.

"Mau!" seru Starr senang.

Mereka pun meninggalkan bandara melangkah ke tempat parkir. Yasmine yang berjalan di belakang diam mendengarkan percakapan ayah dan anak itu. Dia memandangi punggung keduanya, lalu beralih ke jari manis kirinya. Cincin putih berukirkan permata putih pula tersemat di sana. Benda itu dipakaikan oleh Brian Claude usai mengucapkan aqad nikah disaksikan keluarga mereka. Bagaimana hal tersebut terjadi serta mengapa keputusan ini disetujui, tentu masih terekam jelas dalam ingatannya.

•••

"Kau sungguh akan pergi dan meninggalkanku di sini, Yas?" tanya Grace menghalangi Yasmine yang hendak melangkah pergi dari dapur. 

"Aku sudah memberitahumu keputusanku, Grace. Aku akan pergi setelah makan siang besok."

"Katakan keputusanmu itu bukan karena wasiat dari Daddy untuk mengelola perusahaan, tetapi karena Starr. Benar, bukan?" simpul Grace. "Aku tahu kau sangat menyayanginya. Apa kau akan meninggalkannya setelah janji yang kau buat tadi padanya?"

"Kecilkan suaramu, Grace," gumam Yasmine. "Apa kau sungguh ingin membangunkan orang-orang di rumah ini? Ayolah, Grace, hentikan. Dan soal janji itu, seiring waktu Starr pasti akan melupakannya."

Lihat selengkapnya