Romantic Destination (I Still Love You) Part 2

Alita
Chapter #28

Holiday

Sorot lampu dan denting kaca dari arah dapur membuat Grace yang terjaga mendatangi tempat itu.

"Apa yang kau lakukan tengah malam begini, Yas?" tanyanya melihat Yasmine berdiri di depan meja bar dapur.

Pertanyaan Grace tersebut hanya mendapat jawaban dari denting gelas akibat sendok yang dipegang Yasmine untuk mengaduk minumannya. "Jika kau terus melakukannya, aku takut bukan cuma gelas yang bisa kau pecahkan, tetapi sendok itu juga ikut patah, Mrs. Claude," tuturnya kembali.

"Apa?" Yasmine segera menghentikan kegiatannya itu ketika mendengar suara Grace di depannya. Tersadar dengan aksinya tersebut, dia menyeka tumpahan cokelat hangat pada permukaan meja. "Apa kau terbangun karena lapar?"

"Tidak, tetapi dengan kau mengatakannya, aku justru jadi ingin makan dan untuk itu kau harus bertanggung jawab," sahut Grace.

Yasmine memicingkan mata. "Bertanggung jawab? Bukankah kau hanya ingin menjadikannya alasan? Apa yang ingin kau makan?"

Grace tertawa dan berkata kemudian, "Apa kau sanggup menemaniku makan pedas di tengah malam?"

"Kau yakin ingin menantangku? Aku tidak akan mengalah," jawab Yasmine.

"Kalau begitu peperangan dimulai," balas Grace.

Dua saudari itu bergerak ke posisi masing-masing. Grace mengambil satu persatu potongan ceker ayam yang sebelumnya sudah digoreng dari wadah plastik ke mangkuk. Sementara Yasmine menumis bumbu dalam pan. Mereka mengolahnya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan keributan. Setengah jam mereka menyelesaikan masakan tersebut dan membaginya dengan porsi sama rata. Mereka pun bersiap menyantap hidangan itu ditemani botol besar air mineral.

Yasmine penuh semangat mencomot ceker ayam berbumbu pedas sembari berkali-kali menuangkan air mineral ke gelasnya. Keringat menghujani dahi serta bibirnya yang mengambil udara karena efek pedas. Grace memperhatikan dalam diam. Dia hanya menyantap dua potong ceker dan menyudahi makannya.

"Kau sudah jadi pemenangnya, jadi tidak perlu tergesa-gesa seperti itu," ujar Grace menuangkan air ke gelas Yasmine.

Yasmine meraih gelas dan terbatuk selagi meneguk minumannya. Grace menghampiri, lalu menepuk-nepuk dengan perlahan punggung saudarinya itu. "Aku tahu kau menahan diri demi Starr, tetapi aku juga tidak ingin melihatmu tersakiti seperti ini," urai Grace.

"Selama aku bisa melihat wajah ceria dan senyum dari Starr, aku baik-baik saja dan apa pun itu aku sanggup menerimanya," jawab Yasmine.

Pernyataan itu membuat Grace dirayapi rasa tidak berdaya sekaligus kesedihan. “Termasuk membiasakan diri oleh panggilan 'Mrs. Claude' yang sekarang akan tersemat untukmu?" imbuh Grace.

Kali ini Yasmine berdiam diri. Benar. Saat orang-orang memanggilnya begitu, dia merasa asing. Bahkan masih belum sepenuhnya percaya bahwa dirinya telah menikah dengan Brian Claude.

"Tentu tidak bisa dipungkiri, setiap kali panggilan itu disebutkan, akan terselip bayangan Dira," ujar Grace. "Tidak terkecuali denganku yang juga membayangkan dan kehadiran Dira. Namun, tentu saja aku tidak ingin membawanya dalam dirimu, Yas. Sama halnya saat aku tahu kalau Mom bukanlah ibu kandungku. Mengetahui bahwa aku memiliki Mama yang jauh dari pandanganku dan bahkan tidak mengenal sosoknya. Akan tetapi, kasih sayang yang mereka berikan untukku tetap sama. Tidak berkurang sedikit pun."

Grace diam sejenak. Dia menatap Yasmine. "Bukankah kau juga seperti itu? Starr memang lahir dari rahim Dira dan bukan lahir dari rahimmu, tetapi apakah hal itu menjadikan perbedaan kasih sayang di antara kalian? Bagiku, kau tetaplah Yasmine. Satu-satunya saudari kandung yang kumiliki dan tidak akan berubah oleh apa pun di dunia ini."

Yasmine tersenyum dengan wajah sendu. "Aku tidak pernah meragukanmu, Grace. Hanya saja ... Aku takut semua keyakinan itu akan makin membuatku sulit mengendalikan diri. Untuk itu, bukankah aku perlu membuat batasan?"

"Maksudmu dengan makanan pedas ini untuk menutupi rasa sakitmu? Lalu, apakah sekarang flu-mu itu membaik? Atau justru menjadi obat pencahar bagi perutmu?" tanya Grace secara beruntun.

"Aku tidak bisa sakit, Grace," balas Yasmine. "Setidaknya tidak di depan Starr. Aku tidak ingin membuatnya mengingat rasa sakit yang dialami ibunya hingga kembali membangkitkan rasa takut dalam dirinya. Apakah menurutmu, caraku ini terdengar konyol dan tidak masuk akal, Grace?"

"Tidak. Sama sekali tidak," sahut Grace menepuk punggung tangan Yasmine. "Aku akan membantu membuatmu menjadi ibu yang sehat. Aku berjanji."

•••

Akhir pekan menjadi lebih bersemangat dengan kata liburan. Terutama bagi Starr. Bocah itu segera membantu Yasmine mengemas pakaian. Tidak lupa dia membawa mainan robot serta kamera polaroid kesayangannya. Dia bahkan tidak tidur selama perjalanan. Dia sangat antusias sebab menjadi pengalaman pertamanya menaiki kereta api. Hal serupa juga terjadi pada Brian. Bukan karena antusiasme, melainkan menuruti keinginan putra tercintanya itu.

Sesekali Yasmine melirik Brian. Dia tidak tahu pria itu sungguh tertidur atau tidak karena bersandar pada kursi di depan mereka. Menurut cerita Kevin yang didengarnya, Brian tidak pernah bepergian mengendarai transportasi jenis ini.

Dia pernah menginjak muntahan penumpang yang duduk di belakangnya. Dan Brian si penyuka kebersihan itu pun akhirnya tidak menyukai transportasi itu. Aku tidak menyangka Starr meminta hal itu di hari ulang tahunnya.

Saat Kevin mengatakan hal tersebut dengan iringan tawa atas pengalaman Brian, dia tidak tahu hal itu bisa dianggap lelucon atau keprihatinan. Barangkali alasan itulah yang membuat mereka duduk di kelas bisnis super mewah. Terpisah dari penumpang lain dan mendapatkan pelayanan istimewa pula. Dia makin dibuat kikuk oleh sambutan ramah para staf hotel ketika masuk ke lobi.

Daftar perjalanan yang dibuat ayah dan anak itu terlihat meyakinkan layaknya melakukan liburan. Yasmine mengamati keduanya sembari menonton acara ragam televisi.

Lihat selengkapnya