Romantika Cinta Dinar - Buku-1

TOTO M. RIANTO
Chapter #25

#25Dinar Berhati Emas

Marni—ibu tirinya Dinar—baru mau masuk kembali ke dalam rumah setelah melepas  suaminya berangkat kerja sampai teras depan, tatkala ada Grand Livina warna coklat tua berhenti di jalan persis di depan rumahnya. Penasaran, ia menahan langkah dan mengamati mobil itu. Siapa ya, pagi-pagi gini sudah bertamu? batinnya.

 Dan sejenak kemudian dari dalam Grand Livina itu keluar sepasang suami istri. Dan Marni langsung mengenalinya, itu adalah kedua orangtua Riko, Ita dan suaminya. Hatinya kembali bertanya-tanya: ada apa Ita dan suaminya pagi-pagi begini datang ke sini?

 “Assalamu’alaikum…,” sapa Ita ketika sudah berada di hadapan Marni.

 “Waalaikumssalam…,” ucap Marni sambil melangkah dua tindak, lalu merangkul Ita. Kedua wanita paro baya itu saling mencium pipi.

 Kemudian, Marni mengajak tamunya masuk ke ruang tamu.

  “Tumben Ita, pagi-pagi sudah bertamu ke rumahku?” tanya Marni sambil memandang mama dan papanya Riko berganti-ganti.

 “Sebelum aku jawab, aku mau tanya dulu,” ujar Ita. “Kata Riko, kamu pisah dengan Ayahnya Dinar?”     

 Marni tersenyum maklum. “Udah baikan. Makanya aku kembali tinggal di sini.”

 “Alhamdulillah. Syukur kalau begitu,” Ita menghela nafas lega. “Dengan demikian, semoga persoalan yang sedang dihadapi Riko cepat beres.”

 “Lho, memangnya ada apa dengan Riko?” kening Marni lipat tujuh.

 Ita pun membeberkan semua persoalan yang tengah dihadapi Riko.

 “Ya ampun, begitu jahatnya Asri, sampai tega menjebloskan Riko ke penjara,” komentar Marni kemudian.

 “Makanya aku ajak suamiku ke sini, untuk minta bantuan Dinar,” ucap Ita.

 “Maksudnya?” kening Marni kembali lipat tujuh.

 “Dinar kan temannya Asri,” kata Ita lagi. “Pasti gampang bagi Dinar untuk bicara dari hati ke hati dengan Asri, agar Asri mencabut laporannya ke polisi, agar Riko segera dibebaskan, hingga tak perlu sampai sidang di pengadilan.”

 “Kalau saya dan Mamanya Riko yang menghadapi Asri, pasti bicara kami akan penuh emosi,” tambah Bagus—papanya Riko—yang dari tadi diam saja.

 Marni mengangguk-angguk, memahami. “Kalau begitu tunggu sebentar ya, saya panggilkan Dinar.” Marni bangkit dari duduk, lalu beranjak ke dalam rumah.

 Sedikit lama, baru kemudian Marni kembali muncul di ruang tamu bersama Dinar. Dan Dinar  langsung mencium tangan mama dan papanya Riko.

 “Dinar, saya mau minta bantuanmu untuk…”

 “Ya ya Tante, di dalam tadi saya sudah dengar dari Ibu, tentang masalah yang sedang dihadapi Kak Riko,” Dinar menyela ucapan mamanya Riko “Dan saya rasa, Kak Riko wajib dibela. Saya akan mohon dengan sepenuh hati pada Asri, agar mencabut laporannya ke polisi.”

 “Oh terima kasih Dinar,  atas kesediaanmu membantu kami...,” ucap mama dan papanya Riko bersamaan dengan wajah nampak lega.  Sangat lega.  

***

 Tidak ingin membuang waktu, setelah mama dan papanya Riko pulang, Dinar mengontak HPnya Asri.

 “Hei Dinar, tumben telpon aku?” sambut Asri di seberang sana, di ruang tengah rumahnya. Ia baru selesai sarapan.

 Setelah berbasa-basi sesaat, akhirnya Dinar berkata:  

 “As, kangen banget aku dengan kamu. Kalau aku mau main ke rumahmu, boleh kan?” Dinar membuat nada suaranya sesantai mungkin. Ia tidak ingin kalau niatnya untuk membela Riko tercium lebih dulu oleh Asri.

  “Wah... tentu boleh dong...,” suara Asri terdengar Riang. “Untuk kamu, pintu rumahku selalu terbuka lebar.”

 “Oke. Aku segera meluncur ke rumahmu.” Dan  satu jam  kemudian Dinar sudah berada di rumah Asri.

  “Wow, makin cantik saja kamu, Dinar,” sambut Asri sambil memerhatikan Dinar. Mengenakan jilbab dan baju muslimah warna merah saga yang begitu modis, Dinar memang tampak cantik dan anggun.

 “Ah, kamu juga masih tetap kelihatan cantik dan seksi, walau pakai daster,” puji Dinar sambil mengamati daster warna pink yang dipakai Asri.

 “O ya?” alis mata Asri sedikit terangkat. Setengah tidak percaya dengan ucapan Dinar itu.

Lihat selengkapnya