Romantika Cinta Dinar - Buku-1

TOTO M. RIANTO
Chapter #4

#4Memulai Babak Baru

Hari masih pagi, masih sangat pagi, adzan subuh masih belum berkumandang ketika Marni tiba di rumah itu. Sebuah rumah yang sederhana, tapi terawat dengan baik. Marni menekan bel yang ada di samping pintu pagar. Sesaat menunggu, kemudian nampak gorden sedikit tersibak. Marni tahu siapa yang menyibak gorden itu. Maka kembali ia menekan bel. Gorden tersibak makin lebar, Marni pun melambai-lambaikan tangan, memberi isyarat pada orang yang ada di dalam rumah agar membuka pintu pagar. Rupanya orang yang berada di dalam rumah mengerti. Segera ia keluar rumah dan membuka gembok pintu pagar.     

  “Jeng, kok tumben masih belum subuh sudah datang ke sini?” tanya orang yang membuka pintu pagar itu dengan nada heran.

 “Ceritanya nanti aja ya, Mbok?” ucap Marni. “Sekarang bantu saya mengangkat tas-tas ini ke dalam rumah.”

 “Baik, Jeng,” angguk si mbok, mengikuti perintah Marni.

 “Mbok sedang masak bubur?” tanya Marni ketika sudah berada di dalam rumah.

 “Iya, Jeng. Tiap hari selalu sebelum subuh memasaknya. Sebab setelah shalat subuh, pembeli sudah mulai berdatangan.” Lalu si mbok menjelaskan, kalau jam 10 pagi bubur dagangannya pasti sudah habis.

  “Wah saya ikut senang, rejeki Mbok lancar,” senyum Marni. “Oya Mbok, saya masih capek dan ngantuk. Saya ingin tidur lagi sebentar.”

 “Monggo Jeng, silakan. Walau tidak pernah dipakai, kamar tidur Jeng yang di depan selalu saya bersihkan.”

 Marni melangkah ke kamarnya. Ucapan mbok benar. Kamar itu bersih, rapih dan harum, membuat rasa suntuk Marni perlahan-lahan luruh. Tapi anehnya, begitu merebahkan diri di atas kasur ia tidak bisa langsung tidur, ingatannya justru melayang pada masa lalunya, masa-masa awal ia bisa dekat dengan mbok, masa-masa awal ia menempati rumah itu.

 Setelah bercerai, Marni limbung dan saat itulah ia mulai akrab dengan  mbok. Awalnya memang cuma iseng, Marni bertanya pada mbok—yang kala itu berdagang kue basah keliling—asalnya dari mana, suaminya kerja apa, anaknya berapa? Jawaban mbok, sungguh mengejutkan Marni. Mbok bilang: berasal dari Kudus, sudah lama diceraikan suami, karena ia mandul!

 “Sejak kapan, Mbok?” Marni penasaran.

 “Sudah lama, sudah sepuluh tahun yang lalu.”

 Marni makin terkejut. Diamatinya mbok lebih cermat. Hem, wanita ini belum terlalu tua dan masih cantik.           

 “Mbok nggak ingin nikah lagi?” pancing Marni.

 “Ah sudah malas, Jeng. Sudah kapok,” terang mbok. “Sudah tiga kali saya nikah, gagal semua.” Lalu tanpa ditanya mbok menjelaskan: setelah dicerai oleh suaminya yang pertama, ia merantau ke Jakarta. Dan selama domisili di Jakarta, sudah dua kali ia menikah, tapi ujung-ujungnya bercerai juga. Memang kedua suaminya  yang terakhir tidak menceraikannya, tapi keduanya menikah lagi. Alasannya, ingin punya anak. Dan si mbok nggak mau dimadu. Maka si mbok yang menggugat cerai.    

 “Lha kok enak, saya hanya digilir untuk kebutuhan biologis, tapi nggak pernah diberi uang belanja,” lanjut mbok dengan nada kesal.  “Memang saya bisa cari uang sendiri dengan berdagang kue basah  keliling, tapi yang namanya istri ya harus tetap diberi uang belanja, to? Kalau nggak diberi uang belanja, apa gunanya punya suami? Ya mending hidup sendiri. Kalau sekadar untuk makan, toh saya bisa cari sendiri.”

 “Wah, ternyata Mbok pinter, nggak mau dibohongi oleh laki-laki,” komentar Marni.

 “Ya harus itu. Kalau nggak, wong lanang njaluk menange dewe, njaluk penake dewe, mau menang dan enaknya sendiri.”

Lihat selengkapnya