Sebagai single parent dan tidak mempunyai pembantu, pekerjaan Rian di rumah memang sedikit berat. Setiap pagi ia cukup sibuk, karena selain mempersiapkan untuk dirinya sendiri sebelum berangkat kerja, ia juga harus membantu mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan sekolah anaknya, Dino.
Seperti pagi ini. Ia tengah mengamati tumpukan baju Dino di lemari, mencari seragam batiknya yang akan dikenakannya hari ini dan besok—Kamis dan Jumat—tapi seragam batik itu tidak ditemukannya.
“Dino, hari Minggu yang lalu seragam batikmu ikut kamu cucikan pada Bi Ayun apa tidak?” tanya Rian pada Dino yang berdiri di sampingnya. Bi Ayun adalah pemilik laundry langganan Rian.
“Dicucikan, Ayah,” kata Dino.
Rian meneliti lebih cermat, ternyata baju batik yang dicarinya ada di tengah-tengah tumpukan. Perlahan-lahan ia tarik baju batik itu dan bersamaan keluarnya baju batik, terjatuh pula suatu benda dari dalam lemari. Spontan Rian dan Dino melihat ke benda itu, ternyata sebuah kotak kecil berwarna merah jambu. Rian tahu isi kotak itu. Maka buru-buru ia membungkuk dan memungutnya.
“Apa itu, Yah?” tanya Dino.
“Ini barang berharga, milik Ayah,” kata Rian sambil memasukkan kotak kecil itu ke saku bajunya.
Dino tidak lagi mendesak bertanya.
***
Ketika Dino sudah berangkat ke sekolah, Rian mengeluarkan kotak kecil berwarna merah jambu itu dari saku baju dan langsung membukanya dan tampak berkilauan sepasang cincin emas. Maka seulas senyum tersungging di bibir Rian.
Dinar, ini sepasang cincin untuk pertunangan kita yang gagal dulu, batinnya sedikit ngilu. Lalu Rian tampak berpikir. Hem, enam bulan sudah Dinar bekerja sebagai penyiar TV dan enam bulan pula aku sudah kembali akrab bergaul dengannya, batinnya kemudian. Rasanya, sudah saatnya aku kembali merayu, agar Dinar kembali mau jadi kekasihku. Dan sepasang cincin ini adalah perantara yang jitu bagiku untuk memulai rayuan itu!
Rian kembali terdiam dan kembali berpikir keras. Kemudian dalam hati ia kembali berbisik: Dinar, pulang kerja nanti sore aku harus menjemputmu, aku ingin segera mencurahkan isi hatiku padamu.
***
Jam 5 sore. Dinar sedang berkemas-kemas untuk pulang, ketika Wina, reporter yang lincah menghampirinya dan sambil tersenyum menggoda memberi tahu, kalau Dinar dijemput oleh kekasihnya, Rian.
“Ah, yang bener?” ucap Dinar setengah tidak percaya. Karena selama ini Rian tidak pernah menjemputnya kalau pulang kerja. Kalau berangkat kerja, memang cukup sering Rian mengantarnya, tentu saja dengan mobil sedannya.
“Kalau nggak percaya, liat aja di area parkir,” untuk meyakinkan Dinar, kali ini suara Wina sungguh-sungguh. Wina memang suka ngerjain rekan kerja.