Lelaki itu baru masuk ke ruang kerjanya, tatkala HPnya berdering. Diambilnya HP itu dari saku celana, sebuah nomer tak dikenal nampak berkedip-kedip di layar HP. Tapi ia tetap menyambut telpon itu. “Halo?” suaranya terdengar sedikit ragu.
“Pak Zahir, Kepala Peliputan ZeroTV?” tanya sebuah suara dari seberang sana.
“Ya benar,” jawab lelaki itu—Zahir.
“Saya Trisno, Pak, Kakaknya Suzan.”
“Ya, ada apa ?”
Lalu Tresno minta ijin untuk Suzan; hari ini Suzan tidak bisa masuk kerja, karena sakit. Tadi malam muntah-muntah, mungkin karena kelelahan. Zahir pun menerima ijin itu dengan tulus.
“Terima kasih Pak, atas ijinnya,” ucap Trisno kemudian.
“Sama-sama,” kata Zahir mengakhiri pembicaraan itu. Dan segera ia melihat daftar jadwal kerja anak buahnya untuk hari ini. “Hem, tugas Suzan siang nanti ke Bandara SoekarnoHatta, meliput 50 TKW yang dideportasi dari Arab Saudi, karena tidak memiliki dokumen-dokumen resmi,” desisnya. “Ah, ini berita eksklusif yang harus tayang nanti sore.”
Zahir keluar dari ruang kerjanya dan beranjak ke ruang editing; suasananya masih lengang, hanya tampak beberapa anak bagian editing yang sibuk bekerja. Bagian editing adalah bagian yang bekerja 24 jam, tentu saja dengan bergilir, shif. Rupanya anak-anak yang bagian shif pagi belum banyak yang datang.
Sesaat Zahir mengamati dengan cermat beberapa anak bagian editing yang sedang sibuk bekerja itu, lalu ia melihat ada Dinar di sana, sedang sibuk bekerja pula di depan komputer. Bila tidak sedang bertugas membaca berita atau meliput berita, Dinar memang suka membantu bagian editing. Zahir pun melangkah mendekati Dinar. “Assalamualaikum, pagi Dinar,” sapa Zahir tatkala sudah berdiri di samping Dinar.
Dari suaranya Dinar sudah tahu, kalau itu suara Zahir, Kepala Peliputan. Maka Dinar pun mengalihkan pandangannya ke sumber suara “Waalaikumssalam, pagi Mas,” senyumnya.
Kemudian Zahir bertanya, apakah siang nanti jatahnya Dinar membaca berita? Karena dijawab tidak oleh Dinar, maka Zahir menugaskan Dinar untuk meliput 50 TKW yang dideportasi dari Arab Saudi di Bandara SoekarnoHatta, karena Suzan yang seharusnya meliput berita ini tidak masuk kerja karena sakit. Dan Dinar akan didampingi Herman sebagai kameramen.
“Kamu siap?” tanya Zahir kemudian.
“Siap, Mas,” angguk Dinar tegas. Anggukkan tegas seorang wartawan sejati.
Zahir tersenyum puas dengan kesigapan anak buahnya.
***
Ketika sampai di Bandara SoekarnoHatta, Dinar dan sang juru kamera, Herman langsung menuju ruang tunggu kedatangan luar negeri. Di sana suasananya cukup ramai, banyak orang yang hendak menjemput kedatangan sanak familinya dari luar negeri. Disamping itu tampak juga para wartawan dari berbagai media massa. Seperti halnya Dinar dan Herman, para wartawan itu juga hendak meliput kedatangan para TKW yang dideportasi dari Arab Saudi.
Beberapa saat kemudian, dari loudspeaker terdengar pemberitahuan: Bahwa pesawat Garuda yang mengangkut para TKW yang dideportasi dari Arab Saudi telah tiba. Maka Dinar yang memegang mike dan rekan kerjanya, Herman yang memegang kamera segera pasang ancang-ancang, siap untuk mewawancarai para TKW itu. Dan tatkala akhirnya para TKW itu keluar dari dalam bandara, para pewarta itu pun sibuk bekerja.
Sesaat, dengan jeli Dinar mengamati para TKW itu. Dan Setelah menemukan seorang yang menurut feelingnya tepat untuk diwawancarai, ia pun beranjak mendekati nara sumber itu—disertai juru kamera tentunya—kemudian Dinar pun mewawancarai TKW itu.
“Mbak berasal dari mana?”
“Jawa Timur,” jawab TKW itu.
“Berapa lama Mbak berada di Arab Saudi?”