Romantika Cinta Dinar - Buku-2

TOTO M. RIANTO
Chapter #7

#7Buah Tangan

Tak mengenal lelah dan seakan tak ada waktu lagi,  begitu sampai di rumah Riko langsung membuka koper besar yang ia bawa dari Inggris dan  setelah sesaat mengaduk-aduk isinya, ia mengambil sebuah kamera analog. Lalu dipandanginya kamera analog itu dengan rasa kagum. Hem, kamera analog ini barang yang sangat berarti bagiku, batinnya. Inilah barang yang pertama aku beli ketika aku berada di Inggris. Dan dengan kamera analog ini pula kuabadikan berbagai macam kegiatan yang kuanggap penting selama aku berada di sana.

Sejenak Riko terdiam, dalam hati  menimbang-nimbang. Kemudian: Ah  sudahlah, lupakan sikap sentimental, batinnya kemudian. Demi cinta, demi untuk dapat kembali merebut hati Dinar, kamera analog ini harus aku berikan padanya. Sebagai wartawan, dia pasti senang menerimanya.  

Riko kembali mengaduk-aduk isi koper dan ia merasa lega ketika menemukan kardus kemasan kamera analog itu. Ah, untung kubawa, batinnnya pula. Lalu ia memasukkan kamera analog itu ke dalam kardus kemasannya.

***

Selepas isak, Riko sudah berada di rumah Dinar.  Seperti dugaannya, sambutan Dinar tidak terlalu hangat.  Dan Riko sangat tahu apa penyebabnya.

“Nggak capek Kak Riko, siang tadi baru menempuh perjalanan jauh dari Inggris, malam ini sudah bertandang ke rumahku?” suara Dinar terdengar tawar.

Riko tersenyum sedikit kecut.  “Demi kamu, Din, rasa capek itu harus aku buang,” ucapnya, mencoba bercanda.

“Nggak salah, tuh?” senyum Dinar sedikit sinis.

“Nggak, tuh…,” Riko masih mencoba untuk melucu. “Nih, aku bawa oleh-oleh untuk kamu.” Riko menyorongkan tas plastik warna putih.

“Apaan, nih?” dengan wajah sedikit berseri Dinar menyambutinya dan langsung melihat: isinya ternyata ada 2. Satu kardus yang segelnya sudah dibuka dan satunya lagi bungkusan rapi, sepeti kado.

Dinar mengamati kardus yang segelnya sudah dibuka dan membaca tulisan yang tertera di sana: “Camera…”

“Segelnya kok sudah dibuka?” Dinar menatap Riko.

“Kamera analog itu barang pertama yang aku beli, ketika aku ada di Inggris,” jelas Riko jujur. “Dan sudah aku pakai untuk motret momen-momen penting selama aku di sana. Tapi sekarang aku hadiahkan untuk kamu. Sebagai wartawan, kamu pasti membutuhkannya.”

“Aku bukan wartawan media cetak, Kak. Aku kerja di TV. Jadi kamera analog seperti ini tidak terlalu aku butuhkan.” Dinar menyorongkan kardus kamera analog itu ke arah Riko. “Bukan aku menolak pemberian Kak Riko, tapi kamera analog ini pasti juga sangat penting untuk Kak Riko.”

Dengan penolakan itu wajah Riko sedikit memucat, sedikit kecewa; tapi rona ceria kembali tergambar di wajahnya ketika Dinar mengambil bukusan yang kedua. “Kalau ini apa, Kak?” tanyanya.  

“Buka dong bungkusnya,” kata Riko.

Lihat selengkapnya