Romantika Cinta Dinar - Buku-2

TOTO M. RIANTO
Chapter #11

#11Terhempas

Riko jadi bersikap apatis, bersikap masa bodo. Kini setiap malam Minggu usai praktek pribadi di rumahnya, ia tak pernah pergi ke mana-mana. Waktunya hanya ia tuntaskan dengan nonton TV atau berselancar di dunia maya. Dan bila ia benar-benar dilanda kejenuhan, maka ia tinggalkan rumah pribadinya dan ia bermalas-malasan di rumah kedua orangtuanya. Ketika hal ini berulang kali terjadi, tentu saja kedua orangtuanya menjadi curiga. Dan dengan jiwa keibuannya, sang mama lebih dulu bertanya.

“Riko, sekarang kamu sering banget bermalam minggu di rumah ini,” tegur mamanya di malam minggu ini. “Kenapa? Apa kamu sedang ada masalah dengan Dinar?” tatapan sang mama penuh selidik.

Riko mengangguk lemah.

“Apa masalahnya?” kejar mama.

“Dinar kembali menjalin cinta dengan wartawan itu, Ma,” suara Riko terdengar sedih.

Mama menghela nafas berat, prihatin. Dan sang papa yang duduk di samping istrinya segera nimbrung: “Ya udah, lupakan aja Dinar. Masih banyak cewek yang lebih baik dari Dinar dalam segala hal. Kamu Dokter, Riko, pasti mudah untuk mendapatkannya.”    

“Benar, Riko,” sambung mama. “Tapi ngomong-ngomong, temanmu yang cewek dari Inggris itu, siapa namanya…?” mama mengerling ke arah papa.

“Stevie…,” ucap papa.

“Ya Stevie, selain cantik, kelihatannya dia juga cewek yang baik,” tukas mama lagi. “Kenapa kamu nggak coba mengakrabinya, Riko?”

“Percuma, Ma,” ujar Riko dengan nada murung. “Stevie juga udah punya pacar.” 

“Udah punya pacar?!” kening mama mengernyit, tak percaya. “Waktu kalian tiba di Bandara SoekarnaHatta, Stevie kelihatannya mesra dan manja sekali ke kamu.”

“Kelihatannya begitu. Tapi nyatanya…?” Riko mengembangkan kedua belah tangannya lebar-lebar. “Dia udah punya pacar…”

“Dari mana kamu tahu?” selidik papa.

Dan Riko menjelaskan dengan detail, bagaimana ia bisa tahu Stevie sudah punya pacar. Mendengar penjelasan ini kedua orangtua Riko terdiam. Keduanya hanya saling mengerling, tak berani berkomentar lagi. Kedua orangtua itu tahu, putra sulungnya sedang menderita luka hati.

***

Malam sudah larut. Kedua orangtua Riko sudah berada diperaduan, tapi keduanya belum memejamkan mata. Wajah keduanya tampak sedikit gelisah. 

“Pa, nampaknya Riko sedang patah hati,” ucap mama hati-hati.

“Kelihatannya memang begitu,” sahut sang papa lirih.

“Hal ini nggak boleh dibiarkan terlalu lama, Pa. Berbahaya,” kata mama lagi. “Kita harus berusaha membantu mengobati luka hati Riko.”

“Caranya, Ma?” papa menatap mama yang berbaring di sampingnya.

Lalu sang mama menyarankan: agar papa memberikan mobilnya pada Riko, supaya kalau tugas praktek pagi hari di Rumah Sakit  Harapan Afiat Riko tidak lagi naik Busway. Dengan demikian sang mama berharap luka hati Riko segera terobati. Sebab mama percaya, dengan selalu pakai mobil ke mana saja akan pergi, rasa percaya diri Riko akan kembali timbul, sehingga dia pun pasti kembali bergairah untuk mencari pacar. Bagi kedua orangtua itu, sangatlah penting Riko segera mempunyai pacar, karena mereka memang sudah rindu untuk menimang cucu.  

Papa mengangguk-angguk. Saran mama rupanya mengena di hatinya, sehingga ia pun langsung setuju dengan saran dari mama itu. Dan kalau nanti mobilnya—Grand Livina—sudah diberikan pada Riko, ia rela kalau setiap hari harus naik Busway saat berangkat dan pulang kerja.

“Siapa tahu di Busway itu aku bisa berkenalan dengan cewek cantik,” kata papa mengakhiri komentarnya.

“E e e… kau mau main gila, ya?” sontak mama bangkit dari berbaring dan matanya melotot menatap sang papa. 

“Jangan buru-buru cemburu, Ma,” sela papa kalem. Dan sambungnya: “Maksudku, berkenalan dengan cewek cakep itu, untuk membantu mencarikan pacar buat Riko.”

“Oh, begitu…,” mama menghela nafas lega dan kembali merebahkan diri di pembaringan, lalu ia mengkilik-kilik perut suaminya. “ Kau memang suami yang cerdas, kau memang papa yang sangat sayang pada anak...,” katanya dengan senyum-senyum.  

Sejenak sang papa kegelian. Tapi segera ia tahu maksud mama yang sebenarnya. Maka ia balas mengkilik-kilik perut mama. Lalu.. lalu… lalu… keduanya berpadu dalam kemesraan yang paling romantis bagi sepasang suami istri…

*** 

Satu bulan sudah papanya Riko berangkat dan pulang kerja dengan menggunakan Busway. Mula-mula memang sedikit tersiksa; bagaimanapun juga menggunakan mobil pribadi jauh lebih nyaman. Tapi karena keinginannya untuk segera punya cucu begitu kuat, ia berusaha menindas rasa tidak nyaman itu. Lama-lama bisa juga ia menikmati nyamannya naik kendaraan umum. Apalagi sasaran yang ia tuju hampir dapat terwujud, karena sudah beberapa kali ia duduk berendeng dengan gadis cantik di dalam Busway. Tapi memang belum ketemu yang benar-benar sreg di hatinya. Sehingga ia hanya menyapa berbasa-basi dengan cewek-cewek cantik yang kebetulan duduk sebangku dengannya di Busway, tidak bertanya-tanya lebih detail.

Tapi pulang kerja sore ini ia dapati keadaan yang berbeda. Di dalam Busway sang papa duduk berendeng dengan gadis cantik dan berjilbab. Ia pun langsung teringat pada Dinar. Dinar juga berjilbab, pikirnya. Jadi, kalau gadis ini kelak mau mengakrabi Riko, siapa tahu Riko mau kembali membuka hatinya yang beku itu?

Maka, sang papa pun bertanya: “Pulang kerja, Dik?”

Gadis cantik berjilbab menggeleng. “Justru saya mau masuk kerja,” katanya.

“Masuk kerja?” kening papanya Riko lipat tujuh.

Lihat selengkapnya