Hidup tanpa kekasih adalah hari-hari yang sepi, hari-hari yang hampa. Dan hal itulah yang kini dirasakan dan dialami oleh Dinar. Memang, sehari dua ia bisa bilang persetan dengan masalah cinta, persetan dengan masalah asmara. Tapi di hari-hari berikutnya, rasa sepi itu mulai menyergap, rasa hampa itu mulai menerjang dan tak kuasa ia mengenyahkannya; walau ia telah berdaya dengan berusaha mencari-cari kesibukan di saat jeda kerja.
Maka tidaklah mengherankan , ketika penggemarnya yang fanatik,
Nugie kembali memburunya, Dinar merasa senang, bahkan sangat
senang. Sekali, dua kali, ia masih jual mahal, ia menolak ajakkan Nugie
yang hendak mengantarnya sepulang dari kerja dengan Alphardnya. Tapi
di hari yang ketiga, hatinya luluh, ia mau pulang bersama Nugie.
“Nah gitu, dong…,” kata Nugie tatkala Dinar sudah duduk manis di sampingnya, di dalam Alphard warna putih. “Kan aku jadi punya teman ngobrol.”
Dinar hanya tersenyum.
“Ke mana kita?” tanya Nugie kemudian.