Ketika siuman, Dinar merasakan sekelilingnya gelap. Sangat gelap. Kemudian ia meraung, menangis. “Di mana aku…? Di mana aku…?” rintihnya dengan nada pilu. “Kenapa sekelilingku gelap? Sangat gelap…?!”
Dinar merasa ada yang mengelus-elus kepalanya dengan lembut, lalu ia mendengar suara ibunya. “Nak, Dinar, sabar ya, kau sedang berada di rumah sakit,” suara sang ibu lembut.
“Tapi kenapa saya tidak dapat melihat, Bu?” tangis Dinar. “Apa yang sesungguhnya terjadi pada saya?”
Ibu gugup, tak dapat menjawab. Maka, sang ayah yang berdiri di samping ibu segera bertindak. Kini ayah yang mengelus-elus kepala Dinar yang tetap tertutup jilbab itu.
“Dinar, kau baru saja mengelami kecelakaan lalu lintas, Nak,” jelas ayah, suaranya juga lembut. “Beruntung Nak, kau tidak mengalami luka yang berarti. Hanya matamu memang yang bermasalah. Sabar ya Din, sabar. Ayah sudah memberi tahu Riko dan dia berjanji akan segera memeriksa matamu. Semoga setelah itu kau bisa melihat lagi.”
Dari penjelasan ayahnya ini Dinar pun tahu, bahwa ia mengalami kebutaan. Maka, walau lirih tangisnya semakin sesenggukan.