Semua orang menatap aneh padanya, menahan tawa sambil berbisik-bisik. Tapi, gadis itu tidak mengindahkan mereka, ia terus saja memandang ke bawah. Lebih baik tidak melihat karena sulit baginya untuk berpura-pura tak perduli dengan semua orang. Pandangannya beralih ke sepatu, saat seseorang bertanya sesuatu.
"Hei, Leni roknya beli pas lagiĀ salenya? Makanya panjang banget," tanya seorang cewek yang diikuti dengan cekikikan kedua temannya saat berjalan melewati.
Leni hanya tersenyum, tidak tahu harus membalas apa? Kemudian bergegas menuju kelas. Selalu mengambil meja paling depan dan datang paling awal. Tidak lama beberapa murid menyusul masuk, merubah kelas yang hening menjadi riuh. Cepat-cepat mengeluarkan tempat pensil dan membukanya, memperhatikan lewat cermin yang terpasang di balik tutup tempat pensil.
Tidak ada yang bisa membuatnya tersenyum selain memperhatikan cowok yang duduk di meja paling belakang. Belum puas hati melihatnya, tiba-tiba seorang guru masuk dan membuyarkan fantasi terindah di pagi hari.
Guru itu melempar tasnya ke atas meja, "selamat pagi semua dan buka tugas kalian." Ia mulai berjalan dari baris meja paling kiri, matanya menatap tajam pada semua buku tulis yang terbuka. Ketika sampai di baris meja tengah dan melihat tepat pada meja paling depan. "Bagus Eleni, seperti biasanya."
"Terima kasih Pak Hebert," balas Leni dengan suara nyaris tak terdengar.
"Sepertinya ada yang mengerti bagaimana seharusnya mengerjakan tugas," puji Pak Hebert. "Ke depan Eleni dan kasih tahu teman-temanmu, apa yang harus dilakukan dengan persamaan kuadrat."
Leni mendongak, memberikan ekspresi tidak yakin namun, Pak Hebert bersih keras dirinya harus menjelaskan tugas di papan tulis. Ia melipat buku tulisnya dan berjalan pelan menuju papan tulis dan mengurai sebuah soal. Saat, akan kembali ke meja.
"Len, sekalian dijelasin," perintah Pak Hebert.
Sekujur tubuh Leni langsung membeku, semua tatapan anak-anak bagai puluhan busur yang siap menghujam dirinya. Ia mengambil napas panjang dan berusaha keras memfokuskan kerongkonganya untuk bisa mengeluarkan suara.
Sementara itu anak-anak yang lain setengah mati menahan tawa, beberapa yang kelepasan langsung dilempar tatapan tajam Pak Hebert. Setelah memastikan semua anak yang tertawa terkena tatapan mautnya. "Tidak perlu buru-buru santai saja," katanya pada Leni.
"Jadi dalam menemukan vektor tiga dimensi, harus terlebih dahulu membuat dulu sumbu-z, yang memotong tegak lurus sumbu-x dan sumbu-z pada titik awal," jelas Leni dengan suara nyaris tak terdengar.
Pak Hebert memijit keningnya lalu mempersilahkan Leni untuk kembali duduk. Ia mengambil alih kelas dan menerangkan gambar sistem kordinat tiga dimensi yang dibuat Leni.
***
Sepanjang hari ia menyesali dirinya sendiri atas peristiwa tadi, kenapa dirinya yang dipilih dan kenapa selalu gugup di depan banyak orang. Ketika istirahat siang Leni membawa bekalnya menuju kantin, melihat beberapa meja kosong saat akan duduk.
"Sorry, udah ada orangnya," kata seorang cewek, sambil melempar pandangan pada teman-temannya.
Leni pun segera pindah menuju meja lain. Ia memilih meja kantin dekat pintu toilet yang biasa dipakai oleh anak-anak begundal, beberapa anak yang semeja langsung berdiri dan pergi namun, Leni tidak mengindah mereka dan mulai membuka bekalnya.
Sementara itu dari meja makan di ujung kantin.
"Lo semua harus lihat ini!" sambil menunjukan handphone dan semuanya langsung mengerubuni layar kecil tersebut.
"Dapet dari mana Jes?"