Romero dan Eleni

waliyadi
Chapter #5

Bab 4

Seperti biasa Eleni duduk di meja makan paling belakang, dekat dengan pintu toilet. Tempat dimana ia bisa leluasa mengamati anak-anak tanpa terlihat karena, meja ini paling belakang di kantin dan tidak ada yang mau makan dekat dengan toilet. Kecuali dia dan sahabat barunya.

"Hai," sapa Miriam.

"Hai juga," balas Eleni yang memang sudah lama menantinya.

Mata Miriam memicing pada bekal Eleni. "Uhm, gimana kabar lo dan boleh bagi lagi nggak?"

"Alhamdulillah baik, silahkan ambil saja," sambil menyodorkan bekalnya.

Miriam langsung mengambil satu senduk penuh nasi goreng dan menyuapkan langsung ke mulut, kepalanya naik turun ketika mengunyah. "Uhm, kemaren gua ketiduran. Abis nungguin balesan lo lama banget dah," jelasnya sambil terus mengunyah.

"Tidak apa-apa, kemarin kamu tanya film Romeo and Juliet?"

Miriam langsung menunjuk Eleni dengan senduknya. "Itu dia! Kemaren di HBO gua lihat Romeo And Julietnya Leonardo Dicaprio." Melihat wajah Leni yang datar tanpa ekspresi, Miriam berhenti mengunyah, "lo tahukan film itu?"

Eleni menggelengkan kepalanya.

Kedua tangan Miriam langsung terangkat ke udara. "Demi apa lo nggak tahu Romeo And Juliet versi Leonardo Dicaprio dan Claire Danes?"

Kali ini Eleni menggelengkan kepala sambil tersenyum.

"Lo harus nonton itu film, cinta kaya getuh itu langka banget sekarang." Miriam kembali mengambil satu senduk penuh nasi goreng. "Ngomong-ngomong soal cinta di sini kecengan lo siapa ya?"

Eleni langsung tersipu malu dan diam, suara kunyahan Miriam sekarang santer terdengar di antara mereka.

Kedua mata Miriam memicing pada Eleni sebagai pertanda meminta jawaban sementara, mulutnya mengunyah penuh dengan nasi goreng.

Leni menggaruk kupingnya kemudian melirik pada satu meja makan di tengah kantin.

Miriam mengikuti lirikan Eleni, "Oh itu yang seragamnya sampe ngepress body. Selera lo tinggi juga ya," godanya.

Tanpa melihat pada Miriam, Eleni berkata, "cuma kagum saja, lagian mana mungkin Damian suka padaku."

"Eleni sayang nggak ada yang nggak mungkin, udah pernah coba pedekate belom?"

"Takut," kata Eleni dengan resah kemudian kembali menatap meja Damian.

Miriam mencoba mengerti ketakutan Eleni, sampai ia melihat Jesika merangkul Damian di meja makan. "Oh, ada anjingnya," ucap Miriam dengan nada tinggi.

Membuat Eleni cemas dan menempelkan jari telunjuk di mulut, agar Miriam mengecilkan suaranya.

Miriam mengangkat kedua bahunya, "kenapa?"

"Nanti Jesika marah," bisik Leni.

"Lah, biasa kali kalau pacar dikecengin orang lain. Apa lagi kalau pacarnya ganteng."

"Tapi tidak dengan Jesika."

Sebelah alis Miriam terangkat, "maksud lo?"

Eleni langsung melihat sekeliling memastikan tidak ada satupun anak-anak di dekat mereka dan dengan suara amat rendah ia menceritakan insiden di kamar ganti.

Mulut Miriam terbuka lebar dan ia membanting senduk. "Bitch!"

Leni langsung berusaha menenangkan Miriam.

"Gila banget tuh cewek, kita kudu kasih dia pembalasan. Biar tahu..."

"Jangan!" sela Eleni. "Aku paling tidak suka dengan keributan, cukup Alloh SWT yang membalas perbuatannya kelak."

Miriam mengambil senduk yang dibantingnya tadi, "nggak ngerti gua sama lo." Dan kembali menyuapkan nasi goreng namun, kali ini dengan menggelengkan kepalanya.

Leni melihat sahabatnya yang nampak kecewa dengan dirinya yang pengecut, ia jadi begitu takut kalau Miriam tidak akan menyukainya. "Kalau kamu jadi aku, akan bagaimana?"

Miriam berhenti makan dan menatap Eleni. "Gua bakal ambil itu cat kuku, terus lempar tepat di mukanya."

Senyum mengambang di bibir Leni. "Wow, kamu orangnya pemberani ya."

"Semua orang bilang begitu bahkan, itu salah satu alasan kenapa gua dipindahin ke kota kecil ini."

"Kamu lempar muka orang dengan cat kuku di sekolah dulu?"

Lihat selengkapnya