Romero dan Eleni

waliyadi
Chapter #9

Bab 7

Semua pasang mata menyaksikan sebuah pemandangan yang tidak biasanya. Cewek yang selalu datang dengan tertunduk, sekarang memandang lurus ke depan. Pandanganya penuh dengan percaya diri dan beberapa kali ia melempar senyum pada cowok-cowok yang memperhatikannya. Seragamnya begitu ketat hingga menunjukkan lekuk tubuh dan rok panjangnya dibuat pas dengan sobekan di bagian belakang.

"Oh my god!" seru Bobby.

Perhatian Briana yang berdiri di samping Bobby langsung tertuju pada seorang cewek yang sedang berjalan di lorong sekolah. "Jes, lihat itu?"

Mulanya Jesika mengacuhkan Briana karena, sedang sibuk dengan handphonenya lalu, Briana memutar kepala Jesika. Seketika mulut Jesika terbuka dan ia tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun.

Damian tersenyum ketika dilewati dan tanpa sadar berkata. "Hot!"

Jesika langsung melotot pada Damian. "Maksudnya?"

Damian langsung salah tingkah, "bukan maksudnya pagi ini kok panas banget ya" sambil pura-pura kegerahan.

Mereka berempat menyusul masuk kelas dan tidak henti-hentinya memandang Eleni, bahkan ketika pelajaran di mulai Jesika dan Briana malah sibuk bergosip lewat whatsapp. Perhatian mereka teralihkan saat Eleni maju ke depan untuk mengerjakan soal, tidak pernah pelajaran matematika mampu menyedot perhatian semua siswa seperti ini. Leni mengerjakan dan menerangkan dengan sesekali mengibaskan rambut dan melempar lirikan pada cowok-cowok. Setelahnya hampir semua cowok di kelas mengacungkan tangan untuk bertanya dan membuat heran Pak Hebert.

"Cari perhatian banget si Freak itu," geram Jesika pada Briana saat kelas ribut oleh pertanyaan para cowok. Termasuk Damian yang ikut mengacungkan tangan, sontak Jesika langsung melempar pulpen dan mengenai punggung Damian.

Sementara Eleni sibuk memilih cowok mana yang akan diberikan kesempatan untuk bertanya. Ia akhirnya memilih siapa lagi kalau bukan Damian yang tengah memegang punggungnya karena di lempar pulpen.

"Gimana caranya kita bisa menemukan persamaan X tersebut?"

"Terima kasih Damian," balas Eleni dengan pelan dan amat halus, seolah ia tengah berbisik di telingan Damian. Spontan seluruh kelas langsung bersorak, beberapa anak berteriak bahwa Damian sungguh beruntung sementara lainnya bersiul dan menirukan suara serigala. Kegaduhan ini tidak berhenti sampai Eleni selesai menerangkan dan satu-satunya orang di kelas yang terlihat kesal adalah Jesika.

***

Mata Miriam tidak berkedip melihat Eleni yang berkali-kali mengibaskan rambutnya. "Apa yang terjadi sama lo?"

"Tidak ada, aku cuma jadi diriku aja," jawab Eleni.

Sebelah alis Miriam naik. "Dirimu yang kemarin kemana?"

Eleni melirik Miriam. "Dia ke laut! Sekarang cuma ada Eleni yang cantik, bebas dan kuat."

Miriam mengambil napas panjang dan mengetuk-ngetukan senduknya di kotak bekal. "Hemmm..pasti ini gara-gara si Romero."

Eleni menelan ludah dan berkata, "dari dulu aku pingin lepas jilbab. Ini bukan karena Romero, dia tak ada sangkut pautnya dengan semua ini."

"Ok, baiklah kalau begitu. Tapi lo nggak jalan sama diakan?"

Mata Leni langsung menari-nari ke seluruh ruangan kantin.

"Sudah gua duga!" tegas Miriam sambil menodongkan sendok.

"Tapi dia benar-benar suka sama aku Mir."

"Haduh, Len. Bukannya udah gua bilang..."

"Bad boy bring nothing good?" potong Leni. "Tapi bad boy itu menggoda banget!"

Raut wajah Miriam berubah menjadi serius. "Harusnya lo tahu resiko apa yang bakal didapat kalau jadian sama bad boy kaya gituh."

"Maksudnya?"

"Dengerin baik-baik sahabatmu ini. Bad boy susah banget diajak untuk komitmen, jadi lo harus siap kalau hubungan ini putus kapanpun dimana pun."

Kekhawatiran mulai nampak pada Leni. "Tapi Romero bukan cowok seperti itu, dia cuma kelihatan ugal-ugalan saja, jauh di dalam hatinya Romero adalah cowok romantis."

"Stage one jadian sama bad boy adalah denial."

Kekhawatiran Eleni mulai berganti dengan keheranan. "Stage dua apa?"

"Stage dua rebel dan stage tiga chaos!"

"Aku menolak untuk percaya itu karena, Romero bisa jadian sama cewek manapun tapi dia pilih aku."

"Nggak ada yang tahu selera dan arah bad boy," kata Miriam sambil mengambil satu senduk penuh nasi goreng.

***

"Dia pikir bisa saingan sama gue apa," geram Jesika.

Briana langsung menoleh pada meja di ujung kantin dekat pintu toilet. "Kenapa dia selalu bertingkah seperti itu ya?"

Kedua bola mata Jesika berputar. "Ya, ampun Bri. Dia itu freaks!"

"Apa menurut lo normal kalau dia tiba-tiba buka jilbab?"

"Siapa yang peduli itu normal atau nggak? Dia cuma mau eksis dan cari perhatian aja," jawab Jesika sambil melotot. "Lo nggak liat tadi di kelas dia pilih Damian?"

Briana menghela napas. "Well, kalau itu sih bukannya dari dulu dia terobsesi sama cowok lo."

Lihat selengkapnya