Romero dan Eleni

waliyadi
Chapter #11

Bab 9

"Mau kemana kamu?"

"Sekolah," balas Eleni yang sudah memakai seragam dan tas.

"Bukannya sudah kubilang..."

"Aku tahu sayang," potong Leni. "Aku ke sekolah hanya untuk bersenang-senang bukan belajar."

Mendengar itu Romero kembali membenamkan kepalanya dalam selimut.

Eleni merapikan rambut basahnya dan seragam lalu, ia berkaca pada spion salah satu motor curian. Rok panjangnya yang kini ketat dirasa sedikit menganggu, sehingga ia mengambil pisau lipat dari kantung belakang jeans Romero. Kemudian memotong dari ujung tumit hingga ke atas sekitar 10 cm. "Bye sayang, aku pinjam pisaunya," kata Leni lalu pergi.

***

"Hai Len, kemana aja?" tanya seorang cowok dari tim futsal, kemudian seluruh teman timnya saling dorong.

"Mau tahu aja," jawab Leni sambil berlalu dengan genit.

Beberapa cewek menatap Eleni dengan kaget karena belahan belakang roknya. Ada pula yang sengaja memfoto dan langsung menyebarkan hingga dalam hitungan menit kehadiran Leni di sekolah menjadi bahan gunjingan semua anak.

Seperti biasanya Leni duduk di meja depan, ia tidak mengeluarkan buku melainkan bedak lalu memoles penampilanya. Beberapa cowok sengaja melewati barisan Leni sambil mengedipkan mata. Tidak lama Pak Hebert masuk dan memulai pelajaran, ketika semua anak sibuk memperhatikan. Leni malah sibuk membalas chat yang masuk ke dalam handphonenya. Beberapa nomor tidak dikenal yang diyakini masih dari anak satu sekolah bermunculan. Instagram Leni pun kebanjiran follower sehingga, ia berinisiatif untuk mengupload sebuah foto.

Ketika Pak Hebert sibuk menerangkan di papan tulis dengan sigap Leni berselfie ria dalam berbagai pose lalu menguploadnya. Dalam hitungan detik ratusan like berdatangan, berbagai komentar pun hilir mudik menghiasi akunnya. Sementara Jesika dan Briana hanya saling tatap sambil bingung dengan kelakuan Leni. Tidak rasa dua jam pelajaran matematika terlewati tanpa sadar karena sibuk dengan sosial media.

"Eleni bisa ngobrol sebentar?" pinta Pak Hebert.

Leni pun mengikuti Pak Heber ke luar kelas dan di lorong sekolah Pak Hebert berpangku tangan melihat Leni.

"Apa yang terjadi Leni?"

"Tidak ada apa-apa Pak," balas Leni dengan penuh senyum.

Pak Hebert mengambil napas dan menghembuskannya seakan-akan ia lelah. "Kamu biasanya paling antusias sama matematika tapi tadi Bapak lihat malah sibuk sama handphone, dan semua perubahan ini apa ada masalah dalam keluarga?"

Mata Eleni berlarian tidak mampu melihat Pak Hebert karena, ia tidak mau menjawab apa yang terjadi antara Abah dan dirinya.

Pak Hebert terlihat sedikit kesal dengan tingkah Leni, ia kemudian menarik Leni menuju ruang konseling. Pak Hebert mempersilahkan Eleni untuk menunggu sementara ia terlihat sedang mengobrol dengan guru BP. Tidak lama Pak Hebert keluar dan guru BP mempersilahkan Leni untuk masuk.

Guru BP tersebut duduk di atas meja berusaha untuk tidak terlihat formal. "Eleni Salsabila dari kelas 12-A, rangking 1 terus dari kelas 10 dan sekarang kamu sama sekali tidak peduli dengan pelajarannya Pak Hebert."

Eleni hanya menunjukan wajah masam sambil sesekali melihat ke luar jendela.

Guru BP itu turun dan memegang bahu kiri Leni. "Kamu tahu banyak remaja yang ingin diterima oleh lingkungan sampai-sampai harus mengorbankan masa depan."

Leni melirik Guru BP. "Yang bilang saya ingin diterima siapa?" dengan ketus

Guru tersebut balik bertanya. "Lantas semua ini demi apa atau siapa?"

Dengan lantang Leni menjawab, "ini pilihan hidup saya sendiri."

Guru BP menghembuskan napas seolah berbicara dengan siswi satu ini adalah beban. "Eleni, setiap pilihan selalu didasari sebuah alasan dan Ibu tidak mengerti alasanmu untuk menjadi seperti ini."

Leni memandang guru BP itu dengan tajam, "tidak ada yang memaksa Ibu untuk mengerti pilihan saya."

Guru BP menyamakan pandangan dan mencoba membaca ekspresi. "Tapi Ibu mau tahu apa yang mendasari seorang siswi berprestasi, baik-baik dan berhijab sampai seperti ini." Matanya mengamati setiap kerut yang timbul di wajah Leni.

Leni membuang muka, ia butuh waktu sesaat untuk menjawab sementara tanganya mencengkram bangku kemudian menatap Guru BP dan berkata, "memangnya Ibu pikir, saya yang sekarang ini tidak lebih baik dari saya yang selalu ranking satu dan berhijab?"

Mendengar hal tersebut Guru tersebut diam berpikir karena, takut akan memancing emosi Leni yang terlihat tidak stabil. "Kalau boleh ibu tahu apa lebihnya Eleni yang sekarang."

Lihat selengkapnya