Keesokan siang di kantin sekolah Miriam duduk dengan wajah setengah bosan menunggu seseorang. Melihat beberapa anak keluar masuk toilet menjadi satu-satunya hiburan yang tersedia di meja paling belakang ini, tidak ada yang bisa dijadikan pemandangan kecuali anak-anak yang ingin buang hajat.
"Miriam!" panggil Eleni dari belakang.
"Datang juga lo," balas Miriam. "Gua udah betah banget dari tadi liatin cowok-cowok kece yang pada kebelet."
"Jangan cemberut getuh, ini aku bawain nasi goreng spesial untuk kamu."
Miriam memperhatikan sebungkus nasi goreng yang dibukakan oleh Eleni, "ini nasi goreng beli di jalan?"
Eleni mengangguk.
Miriam terlihat bingung dengan reaksi Eleni.
"Tadi aku buru-buru dan tidak sempat masak, karena sudah janji sama kamu makanya sampai beli di jalan."
"Baiklah," ujar Miriam dan mulai memakan nasi goreng tersebut.
"Gimana enak?"
Miriam mengacungkan jempolnya.
Eleni bertepuk tangan dan tersenyum.
"Ngomong-ngomong kenapa baru nongol sekarang?"
"Lagi banyak urusan di rumah."
Miriam kembali terlihat bingung namun, ia tidak mau mencampuri urusan Eleni dengan Abahnya sehingga, ia akhirnya mengalihkan pembicaraan. "Sebelah mana rules tentang party yang lo nggak ngerti Len?"
Leni langsung terlihat panik dan melempar senyum kecil, "he..he..he..soal itu aku punya alasan tersendiri."
Miriam menyuapkan sesenduk nasi goreng dan sembari menguyah, "alasan seperti apa?"
Leni menyisir rambutnya, seolah rambut itu berantakan sekali lalu, menelan ludah untuk membersihkan kerongkongannya agar ia bisa lancar berbicara. "Ok, bagaimana pun juga itu adalah party dan aku harus tampil maksimal. Tadinya aku mau ketemu kamu dulu tapi, kamu entah berada di mana? Jadinya aku jalan-jalan sendiri di party itu," jelas Leni sambil kembali menyisir rambutnya. "Pas di balkon, kebetulan muncul Damian yang hot banget. Terus kita mulai ngobrol tentang ini dan itu, sampai aku tanya kenapa tiba-tiba dia jadi perhatian sama aku."
"Dia jawab apa?"
"Damian bilang cause you're worth it dengan pandangan tepat ke dadaku," kata Leni dengan nada penuh kekecewaan.
Miriam tertawa kecil dan beberapa butir nasi keluar dari mulutnya.
"Damian sama sekali tidak bisa melihat diriku, dia tidak dewasa, tidak seperti..."
"Romero," sela Miriam.
Eleni mengiyakan dengan ekspresi di wajahnya.
"Jadi sekarang gimana hubungan kalian?"
"Kita baik-baik saja dan tidak pernah sebaik ini. Dia selalu tahu bagaimana membuatku bahagia dan selalu tak terduga," jawab Eleni.
Miriam memperhatikan ekspresi Eleni dan ia tidak pernah melihat sahabatnya sebahagia itu sebelumnya. "Jadi Romero memberimu kebahagian dan itu bagus."
"Salah Miriam! Romero tidak hanya memberikan kebahagian, ia memberikan juga dunia."