"Lalat-lalat yang kamu janjikan belum juga masuk perangkap?" tanya Romero sambil menepuk-nepukan segepok uang pada motor.
"Sabar sayang, mereka bocah yang butuh waktu buat menyakinkan orang tua." Matanya tertuju pada uang di tangan Romero. "Aku sedang berpikir hal-hal yang bisa kita gunakan dengan uang itu," jelas Leni kemudian memicingkan matanya, "memangnya apa yang kamu pikirkan dengan uang sebanyak itu?"
"Aku merencanakan masa depan kita di luar sarang ini."
"Maksudmu pergi dari sini?" seru Eleni.
Romero menganggukan kepalanya.
"Kenapa?"
"Haruskah aku menyediakan sebuah alasan?"
Leni terlihat tidak yakin dengan rencana Romero. "Tapi aku tidak pernah pergi jauh, apalagi keluar dari kota ini."
Romero memegang kepala Leni, jarinya perlahan-lahan memberikan sentuhan lembut bagai obat penenang. "Ingat Leni kau cantik, bebas dan kuat."
Leni mengangguk setuju. "Bawa aku kemanapun Romero."
"Itu baru pacarku."
"Lalu akan kemana kita?"
Romero mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, kau dan aku mengendarai motor, mencari jalan-jalan gelap sambil mencari mangsa."
Eleni tersenyum, "itu terdengar menakutkan sekaligus romantis."
"Benarkah?"
Leni melingkarkan lengannya di bahu Romero. "Ya, dan ada yang jauh lebih romantis lagi."
"Apa itu?"
"Kamu antar aku ke sekolah sekarang juga," kata Leni sambil menunjuk jam yang menunjukan pukul 06:30. "Aku bosan di sini dan lagipula masih harus menjaring lalat."
Romero tersenyum dan segera menyalakan motor, dalam hitungan menit raungan motor Romero sudah menguasai jalanan Ciawi menuju Bogor.
***
"Pulangnya, kamu mau dijemput juga?"
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri." Lalu mengecup pelan Romero. "Makasih sayang, jangan ngebut ya." Kemudian Leni berlari menuju gerbang sekolah.
Beberapa anak cowok langsung berhenti dan menatap Eleni yang memasuki parkiran, sudah lama mereka tidak melihatnya dan sekarang ia muncul begitu saja. Salah seorang dari anak-anak cowok yang berkumpul mencoba menyapa Leni dan ia mendapatkan sebuah kedipan sebagai balasan.
Leni tidak tertarik pada sekumpulan cowok kelas 11 tersebut, ia mendatangi lima anak cowok yang tengah sibuk mengobrol. "Pagi semuanya."
Cowok-cowok tersebut serentak membalas. "Pagi juga Leni."
Dengan genit Leni menatap salah seorang dari mereka dari kaki hingga ujung kepala. "Gimana sudah ada yang minat belum sama motor yang aku tawarin kemarin."
"Lagi mikir-mikir Len," jawab seorang cowok kurus.
"Jangan lama-lama nanti keburu diambil loh."
"Kalau yang ditawarin Leni sendiri, kita nggak bakal lama-lama, langsung sikat dah."
"Ah, bisa aja kamu." Sambil melempar senyum. "Kalau sudah ada yang minat langsung aja hubungi nomor yang kemarin-kemarin aku kasih." Leni melempar ciuman kepada lima cowok tersebut dan langsung diperebutkan
Ia kembali berkeliling dan memperhatikan gerombolan anak-anak cowok yang berpotensi untuk menjadi lalat, menandai mereka dan memastikan untuk mengunjungi ketika jam istirahat ataupun pulang. Ketika matanya selesai memilah-milih di parkiran, terdengar sebuah suara yang ia kenal.
"Cari cowok lain buat dicium?"
Leni berbalik dan melihat Damian menatapnya dengan sinis. "Masalah buatmu?"
"Oh, Eleni yang sekarang sudah berubah ya?"
"Kemana saja kau?"
"Entahlah tapi, seingat gua sih Eleni yang dulu nggak murahan."
Seketika Leni tersentak. "Kamu cium aku dalam keadaan masih pacaran dengan Jesika." Mendekati dan menempelkan telunjuknya di dada Damian, "jadi siapa yang murahan di antara kita?" kini Leni yang memberi tatapan sinis dan perlahan menjauh dari Damian.
"Kalau mau gua bakal cium lo di sini sekarang juga."
Langkah Eleni terhenti ketika mendengar hal tersebut. "Dia cuma cowok dangkal, dia cuma cowok dangkal...," ucapnya dalam hati.
Bel masuk membuyarkan perhatian Eleni yang sedang menyakinkan dirinya sendiri, ia segera bergabung dengan lusinan murid yang bergegas masuk ke dalam kelas meninggalkan Damian seorang diri di parkiran.
Sepanjang pelajaran Eleni berusaha keras untuk mengindahkan perasaan bahwa Damian menatapnya dari belakang. Ia memusatkan perhatian pada usaha mencari lalat, mencoba mengingat-ingat anak-anak cowok mana yang tadi paling pas untuk ditawari kembali motor. Ketika bel istirahat berbunyi, ia bergegas keluar kelas dan mencari Miriam yang sedari tadi di kelas sudah di whatsapp untuk bertemu dirinya.
"Hai Mir," sapa Leni sambil duduk.
"Ada apa nih, setelah tiga hari nggak masuk sekolah tiba-tiba urgent banget pengen ketemu."
Leni merapikan rambutnya dan mengambil napas, ia menceritakan pertemuannya dengan Damian di parkiran tadi pagi. "Jadi menurutmu gimana?"
Miriam mencuri pandang pada meja di belakangnya, melihat Damian dengan Jesika dan anak populer lainnya lalu kembali melihat Eleni. "Menurut gua sih sekarang terserah sama lo."