Udara lembab bercampur bau oli dan bensin menyambut saat, Eleni kembali ke sarang. Tumpahan oli serta bensin bercampur menjadi semacam lapisan lengket, membuat lantai licin. Sarang ini terasa lebih luas dari pada sebelumnya karena, Romero telah membersihkan beberapa tumpukan kardus. Leni tahu Romero sudah memilah-milih apa saja yang mereka perlukan dan tidak. Matanya mengelilingi sarang mencari sosok jangkung nan urakan.
"Romero..Romero," panggil Eleni.
Tidak ada balasan bahkan, suara angin yang kerap membuat atap sarang berbunyi pun hari ini tidak ada. Ia berjalan menuju ruang loket atau kamar, hidung mencium bau aneh, bau yang tidak biasa ada di dalam sarang ini, samar-samar tercium wangi bunga. Leni melihat lantai di sekitar kamar ditaburi ratusan bunga mawar merah, dengan lantai hitam karena noda oli, sepintas ratusan bunga mawar itu terlihat bagai genangan darah. Leni melangkah hati-hati, seolah enggan mencelupkan kakinya ke dalam ratusan mawar.
"Mengapa begitu takut untuk menginjak bunga, sayang?" tanya Romero yang bersandar di samping pintu kamar, menyilangkan kedua tangan sambil menggigit bunga mawar.
Leni tidak peduli lagi akan langkahnya dan bergegas mendekat. "Aku tidak mau merusak kejutanmu.
"Kamu masih saja peduli pada hal-hal yang tidak pantas diperdulikan."
"Apa maksud semua ini?" tunjuk Leni ke lantai.
Romero melepaskan tangkai bunga mawar dan terjatuh ke telapak tanganya. "Ini untuk semua kerja kerasmu. Aku tak mungkin bisa melakukannya tanpamu."
Leni memperhatikan sudut bibir Romero yang tergores karena menggigit tangkai mawar lalu, dengan hati-hati menerima bunga mawar itu. "Ini masih ada durinya Romero."
"Seperti kau dan aku, yang cantik dan mematikan." Tangan Romero membelai sisi kiri rambut Eleni, "kau adalah mawar dan siapapun yang mencoba memetikmu akan berdarah karena aku adalah durimu."
Leni mengusap darah dari bibir Romero yang tergores. "Kamu tidak perlu khawatir, karena tidak ada yang mau dengan cewek bengal sepertiku ini."
"Benarkah?" tanya Romero sambil memegang tangan Leni yang mengusap lukanya. "Tidak ada yang mau mengambil Eleniku yang cantik?"
"Tidak ada, aku milikmu selamanya."
Romero mengecup Eleni lalu, menghapus darah yang membekas di bibirnya. "Kau mau mencari mangsa malam ini?"
Leni langsung mengalihkan pandangan. "Kukira kita sudah cukup dapat mangsa."
"Kali ini untuk bersenang-senang," kata Romero diikuti dengan senyuman.
Leni mengusap leher dan memutar kepalanya. "Aku tak mau keluar malam ini, sedang tidak enak badan."
"Baiklah sayang, kita habiskan malam terakhir di sarang."