"Dari tadi gua telpon nggak ada jawaban"
"Coba lo WA dia?"
"Sebentar," jawab Briana, jemarinya langsung mengetik. "Done," katanya setelah menekan tombol sent.
Mereka berdua menatap layar handphone, menanti jawaban dari Bobby. Tidak lama sebuah pop up pesan muncul.
"Kita harus cepat-cepat cabut sebelum guru masuk lagi," ajak Jesika sambil memasukan semua buku-buku ke dalam tas.
"Tunggu Jes. Apa kita beneran mau ke sana? Kenapa nggak tunggu sampai Damian dan Bobby balik?"
Kedua mata Jesika berputar. "Kita kesana bukan untuk bantu mereka berdua, tapi buat gagalin rencana mereka selamatkan si Freak!"
Briana menatap Jesika dengan tatapan bingung.
"Gini Bri, gue bakal cegah supaya Damian nggak bisa bawa si Freak keluar dari sana."
"Dan cara lo untuk bisa melakukan itu?"
Jesika mengangkat handphonenya. "Gue bakal telepon pengacara bokap dan bilang kalau Damian mau bawa kabur si Freak. Dia bakal kordinasi sama polisi buat segera ke sana."
Raut wajah Briana berubah muram. "Jadi lo mau ngorbanin Damian?"
Jesika mengakat bahunya. "Pilihan apa yang gue punya?"
"Tapi Bobby ada di sana."
"Bri, justru kalau gue bisa cegah Damian bawa si Freak. Bobby nggak bakal ikutan terlibat bukan?"
Briana diam sebentar memikirkan semua yang dikatakan Jesika.
"Kelamaan lo mikirnya." Sambil menarik Briana keluar kelas.
Mereka berdua diam sebentar di depan pintu kelas, memastikan tidak ada satupun orang yang curiga dengan gerak-gerik mereka. Jesika memerintahkan Briana untuk memegang tas di belakang punggung, saat mereka berdua berjalan melalui lorong sekolah. "Sebentar gue telpon pengacara bokap dulu." Kata Jesika ketika mereka sudah di dalam mobil.
Briana terus saja memandang whatsapp dari Bobby, ia merasa ada yang salah denganya. Namun, kekhawatiran itu terganggu oleh suara keras Jesika yang berseteru dengan pengacara ayahnya di telepon. Ia bisa mendengar jelas bahwa si pengacara marah besar pada temannya, dan Jesika mengeluarkan ultimatum bahwa dia bisa saja kapanpun juga meminta pengganti pada ayahnya.
"Selesai. Pengacara bokap gue bakal telepon polisi dan kasih tahu untuk gerak sekarang," jelas Eleni. "Sekarang tinggal kita berdua, yang harus mencegah Damian bawa si Freak keluar dari situ sampai polisi datang."
"Menurut lo apa Damian dan Bobby nggak bermasalah dengan pacarnya?"
Jesika memukul keras stir. "Shit! Gue lupa si Freak punya pacar tapi, itu bisa jadi keuntungan buat kita karena, Damian dan Bobby pasti harus berusaha melewati pacarnya dahulu."
"Gua nggak yakin dengan semua ini."
"Cuma ada satu cara buat mengetahui itu semua," ucap Jesika sambil memutar stop kontak dan menginjak pedal gas.
***
Mereka berdua saling pandang, saat melihat mobil Damian terparkir di depan gerbang.
"Coba lo whatsapp Bobby lagi."
Briana mengangguk dan cepat-cepat mengetik whatsapp.
Mata Jesika memicing saat membaca whatsapp dari Bobby. "Masuk aja." Lalu melihat Briana, "coba lo tanyain soal pacar si Freak."
Briana kembali mengetik apa yang diperintahkan Jesika. Tidak lama sebuah replay muncul. "Pacarnya lagi di luar."
"Kalau begitu kita harus cepat-cepat masuk. Damian bisa kapanpun bawa balik si Freak karena, pacarnya lagi nggak ada."
Mereka berdua keluar mobil. Briana melihat mobil Damian dan diam sesaat tapi Jesika memaksanya untuk masuk gerbang. Pintu utama gudang tersebut terbuka lebar dan tidak ada satupun cahaya sementara, langit yang mendung membatasi cahaya luar untuk masuk dan menerangi.
"Bobby," panggil Briana dari pintu gudang. "Bob, kita sudah di sini."
Suara petir mengejutkan keduanya, hujan deras turun dan memaksa mereka untuk masuk berteduh. Samar-samar diantara suara deras hujan mereka mendengar erangan.
"Lo denger itu?"
Briana mengangguk.