"Dalam hitungan ketiga, aku mau kau bangun. Satu, dua, tiga," perintah pria Gemuk tersebut, ia menyeka keringat di dahinya sebelum memastikan Eleni sudah sadar betul. “Kau tidak apa-apa?”
Eleni mengangguk. “Iya.”
Pria Gemuk tersebut memasukan jam sakunya ke dalam kantung jas lalu mengambil berkas di atas meja dan berdiri. “Terima kasih atas kerjasamanya Eleni, kau anak yang mengagumkan.” Kemudian pergi keluar ruangan.
Pria Gemuk itu kembali memasuki ruangan di balik kaca dua arah. "Ini Pak Tommy." Sambil menyerahkan berkas.
IPDA Tommy membaca berkas yang dipenuhi dengan coretan pulpen. "Jadi tersangka utama kita sudah mati?"
"Sepertinya begitu," balas pria Gemuk itu sambil melihat Eleni dari cermin dua arah.
Penyidik itu mengikuti arah pandangan Pria Gemuk. "Anda yakin bukan dia yang membunuh anak-anak itu?"
"Shirley Ardell Mason atau Billy Milligan," balas pria Gemuk.
IPDA Tommy terlihat bingung. "Siapa?"
"Sybill dan 24 wajah Billy. Apa pernah membaca kedua buku tersebut?"
IPDA Tommy menggaruk dagunya. "Kebetulan saya jarang baca buku."
Pria Gemuk tersebut menghela napas. "Begini, Eleni adalah seorang penderita dissociative identity disorder berat." Kemudian mengambil pulpen plastik dari kantungnya. "Anggap pulpen ini adalah Eleni, dia seorang remaja pemalu, kesepian dan pasif. Seumur hidupnya berada di bawah pengaruh dan tekanan ayahnya. Eleni tidak menyukai dirinya yang lemah dan pasif, ia ingin seperti remaja lain tapi, tidak memiliki keberanian untuk memberontak." Pria Gemuk itu kemudian mengambil pulpen besi dari kantung IPDA Tommy. "Alam bawah sadar Eleni membentuk kepribadian lain untuk menolongnya dan kepribadian lain itu adalah Romero." Sambil menyodorkan pulpen besi ke wajah IPDA Tommy.
IPDA Tommy merebut kembali pulpennya dan melihatnya dengan seksama. "Jadi Romero ini adalah kepribadian lain dari Eleni? Sebuah kepribadian yang lebih kuat dan lebih memukau dari pada Eleni itu sendiri?"