Bersama melawan dunia kata-kata itu timbul dan tenggelam dalam benak Eleni. Entah sudah berapa lama dalam ruang kecil berjeruji besi ini, yang bisa ia lakukan hanya bangun dan kembali tidur. Memutar memori mengenai Romero dan Damian merupakan hiburan tersendiri, kendati rasa bersalah kerap timbul. Eleni duduk di pojokan dengan mata menerawang, sesekali memejamkan mata biar memori itu semakin jelas.
"Shhhhh...Leni."
Eleni membuka mata berharap suara itu menghilang dengan sendirinya. Namun, yang ia dapati adalah sumber suara yang nyata berdiri di seberang jeruji besi.
"Lo nggak apa-apa?"
Leni menggelengkan kepalanya, ia enggan menghampiri.
"Gua ke sini begitu dengar kabarnya, sumpah ramai banget di sosmed."
"Benarkah?"
"Iya bahkan tadi banyak media datang ke sekolah, mereka semua ingin tahu tentang lo. Bahkan ada yang samperin tapi gua tolak, sebagai sahabat lo gua nggak mau kasih komentar apapun."
Eleni tertunduk mendengarnya. "Harusnya aku mendengarkanmu Mir. Harusnya aku..."
"Semua orang pasti melakukan kesalahan," potong Miriam.
"Sebuah kesalahan fatal," gumam Leni.
Miriam menempelkan wajahnya ke jeruji besi. "Lihat gua len! Lo nggak bakal tahu kalau Romero bakal segila itu dan itu bukan salah lo."
Leni menatap Miriam dan memberinya sebuah senyuman. "Kamu memang teman sejati.
Miriam mengerlingkan kedua bola matanya sambil mengangkat bahu.
Dengan mata memicing dan dahi berkerut Leni bertanya. "Tapi bagaimana caranya kamu bisa ke sini?"
"Kebetulan Bokap kerja di sini," jelas Miriam.
"Kamu tidak pernah bilang kalau orang tuamu polisi."
"Karena lo nggak pernah tanya dan menurut lo dari mana gua bisa ngerti soal bad boy?" jelas Miriam sambil melirik ke kiri dan kanan dengan khawatir. "Bokap sering banget ngurus kasus yang berhubungan sama remaja nakal."
Eleni pun mendekat. "Apa yang mereka bilang di sekolah? Dan apa kamu lihat Abah?"
Miriam melihat Eleni dari kaki sampai ujung kepala, untuk sesaat ia diam dan berusaha agar tidak terlihat sedih. "Nggak ada yang penting, cuma gosip sampah saja. Nggak ada satupun di sekolah yang kenal lo sebaik gua dan soal Abah. Terus terang gua nggak tahu, tapi nanti gua bakal korek dari Bokap."
"Terima kasih Mir."
Miriam memegang tangan Eleni. "Itulah gunanya sahabat."