Romi membuka phonebook dan mencari sebuah nama. Begitu ketemu langsung ditelponnya. Lama, nada tersambung masih berdenyut-denyut. Tidak terjawab. Di ulanginya lagi. dering ke empat, terdengar salam dari seberang. Romi girang dalam hati.
" Hallo..."
Itu suara dia! Batinnya kegirangan. Tapi suara latar belakangnya ada suara lelaki yang marah-marah.
"Hallo, siapa yaa...?"
"Aku ini, Romi...! Mo ambil jaket nih!"
"Jaket? Maaf, salah sambung!" Sebelum telpon di tutup, dia sempat mendengar jeritan tertahan dan suara pukulan.
Romi tercekat! Jantungnya berdetak kencang. Dia merasakan ada hal yang tidak bagus. Ada yang tidak beres di tempat Juli!
Dia ragu. Mau langsung kesana, atau tidak. Tapi dia yakin sedang terjadi hal yang tidak dia suka.
Kalau aku kesana, nanti malah jadi tambah masalah baru, tapi tadi itu jelas-jelas suara pukulan dan jeritan Juli! Kesana atau enggak ya? Di telpon tadi Juli bilang salah sambung, padahal aku yakin banget kalau dia sudah menyimpan nomerku. Masa iya di hapus?!
Romi geram sendiri. Gelisah, gusar entah perasaan apalagi yang dia rasakan.
"Kamu kenapa sih?!" Awan terganggu lama-kelamaan dengan tingkah Romi. Dia sedang asik ngegame di ponselnya.
"Aneh nggak menurut lu..."
"Nggak!" Awan menyambar saja.
"Aku kan belum selesai ngomong!" Romi sewot.
"Oh.., oke, oke..." Awan menahan tawa.
Romi terdiam, menimang-nimang ponselnya.
"Gak di lanjut?" Awan melirik sesaat, lalu tenggelam lagi dengan game-nya.
"Nggaak!"
"Marah?"
"ENGGAK..!!"
Romi melompat dari kursinya dan membuka toples tempat rokok ketengan di simpan oleh mas Kusno yang punya gerobak rokok tempat para ojol nongkrong. Dia mencomot sebatang dan menyulutnya. Lalu kembali lagi melemparkan tubuhnya ke kursi sebelah Awan. Kawannya itu melirik sebentar sambil menggumam, "Nggak jelas banget ni orang..."
Romi tak peduli, dia menikmati rokoknya. Dia masih gelisah sekaligus gusar.
Tapi setelah dia pikir lagi, "Mungkin Juli ada alasan sendiri dia pura-pura tidak kenal, salah sambung, atau apapun itu, yang intinya aku tidak boleh kesana! Batin Romi.
Pelan-pelan dia membuang rasa tidak nyaman di hatinya.
Gelisah, marahnya sudah bisa dia kendalikan.
"Toh bukan urusanku." Batinnya, masih berusaha menenangkan diri dan tidak ingin terlibat urusan pribadi Juli.
Romi sedikit memperlambat laju motor trailnya. Baru saja selesai menjalankan orderan delivery ketika ponsel di holder berganti layar dengan tampilan panggilan masuk. Ia menepikan trailnya, langsung menerima panggilan itu, wajahnya terlihat senang bukan main.
"Yak.., hallo...!" Nggak sadar dia teriak saking girangnya.