Romi Dan Juli

angin lembah
Chapter #5

Perseteruan

Juli melempar tubuhnya ke spring bed yg tergelatak di lantai berkarpet lembut. Terlentang berbantalan kedua tangannya. Dia meraba iga bagian atas yang tadi sempat di lihat Romi, masih tersisa nyeri ketika sedikit di tekan.

Ingatannya melayang ke lelaki absurd tadi.

Apakah aku jatuh cinta ke dia? Atau ini perasaanku yang selama ini kehilangan sosok lelaki yang aku rindukan? Lelaki yang setiap pagi tak pernah lelah untuk selalu bertanya, "nyenyak tidurnya semalem, sayang?"

Ah, tidak! Ini tak ada hubungannya dengan hal itu! Wajar kalau aku memang jatuh cinta pada Romi...! Dia baik, sopan sejauh ini, tutur katanya juga baik, pandai mengambil suasana, Gerak-geriknya melindungi. Sama kaya Papa!

Hah?! No... No... No...! Juli menepis lamunannya. Dia berguling ke samping mencari guling dan di peluknya. Bantal ia letakkan menutupi wajahnya. Tapi sial-nya, bayangan lelaki yang selama beberapa hari ini membayangi, selalu muncul. Dan itu membuatnya gelisah.

"Jangan ganggu aku..!!" Dia menjerit tanpa sadar.

**********

Romi menjalankan motornya pelan. Udara dingin pagi terasa menggigit lagi. Tapi tetap tidak mengganggu otaknya yang sedang terbuai dengan bayangan Juli. Dia masih penasaran dengan warna lebam di iga kanan gadis tadi itu. Ada apa, kenapa? Itu pertanyaan yang menggantung di kepalanya.

Sebuah motor besar dan satu motor trail tiba-tiba menempel dirinya. semua berboncengan. Wajah mereka tersembunyi oleh helm fullface yang mereka kenakan. Romi tidak berburuk sangka. Ia melambatkan motornya biar mereka menyalipnya, walaupun sebetulnya dia hanya melaju pada 40 pada speedometer. Kedua motor itu ikut melambat. Firasat buruk itu membuat otaknya cepat bekerja. Sambil mempertahankan laju motornya, dia menelpon sobatnya, Awan, setelah sebelumnya dengan cepat mengirim lokasi keberadaannya dan membiarkan ponselnya tetap terikat pada holder ponsel di motornya. Romi sudah bersiap untuk segala hal buruk yang akan terjadi. Dia yakin empat orang ini sedang mengincarnya. Persis sebelum sampai di Brug Sentul,  si pengendara motor besar memepetnya untuk berhenti. Romi langsung mengerem dengan mendadak dan meletakkan motornya begitu saja ke trotoar, tidak di standarkan, karena pasti akan di tendang oleh mereka. Sempat ia melirik ke ponselnya, panggilan itu sudah di terima Awan.

"Lekas kesini, woy, ada empat nih....!!"  berteriak dia agar Awan mengerti maksudnya.

Keempat orang itu juga tanpa basi basi langsung mengepungnya empat penjuru.

Si ojol Absurd ini sedikit merendahkan badan dengan kepala sedikit tertunduk tapi matanya melirik kesana kemari.

Sepertinya mereka bukan tukang berkelahi, batinnya. Romi bisa menebak dari cara mereka yang ragu-ragu mengepungnya serta gerak tubuh mereka yang seperti kebingungan menentukan posisi. Hanya satu yang kelihatannya sudah bernafsu untuk memukul gong perkelahian itu.

Benar saja! Si penyerang yang ber-hoody itu merangsek dengan menohokkan tinjunya lurus arah wajahnya.

Bagi Romi, berkelahi itu tidak jarang ia lakukan ketika berada di Dojo dulu. Sparing dengan kawan berlatih.

Dan pukulan yang datang dari musuhnya ini adalah gerakan yang sangat mudah untuk menghindar sekaligus memasukkan balasan.

Si hoody itu terpental serta terguling ke aspal. Dia bangkit susah payah karena rasa sakit sambil memegangi helmnya yang hampir lepas karena baru saja  dollyo chagi dari Romi menghantam kepalanya.

Melihat si ojol yang bergerak dengan cantik menumbangkan kawannya dengan mudah, ketiga lelaki itu semakin ragu untuk menyerang. Mereka hanya berputar-putar saja mengelilingi Romi.

Lihat selengkapnya