Roommate

Kurayui
Chapter #1

I

Suasana di dalam kamar bernuansa ungu itu mendadak tegang. Gadis berwajah oriental yang duduk di atas kursi roda mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sedang perempuan berwajah khas Jawa yang berdiri di sampingnya berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah. Keduanya menatap ke arah pintu, tempat pemuda yang juga berwajah oriental berdiri.

 

Pemuda dengan tinggi badan 175 cm itu bergeming, posisinya berdiri tepat di depan pintu kamar yang tertutup rapat. Kedua tangannya masih ia simpan rapi dalam saku celana pendek selutut yang ia kenakan. Wajahnya cemberut, alisnya bertaut dan kedua mata sipitnya menatap pada wanita berwajah Jawa yang beberapa detik lalu memarahinya.

Ranti berhasil mengatur napasnya yang terengah-engah, meredam emosinya. Emosi yang bermula dari permintaan yang tak dituruti putra sulungnya yang masih bertahan berdiri di depan pintu kamar putri bungsunya. Ia mengelus pundak putri bungsunya yang duduk di atas kursi roda tepat di sampingnya.

“Davin, apa kamu ndak bisa mengabulkan permintaan omma[1] kali ini aja?” Ranti kembali memohon dengan nada yang lebih lembut.

Alis Davin semakin berkerut. “Omma nggak nyadar kalau permintaan Omma itu konyol dan nggak masuk akal?”

Omma mohon, Davin. Ini demi adikmu dan impiannya. Sebagai kakak, apa kamu ndak bisa sedikit aja berbelas kasihan padanya?”

“Lalu, aku gimana? Gimana dengan impianku? Omma mau melihatku dan impianku seperti Omma melihat Vini dan impiannya?”

“Davin!” nada suara Ranti kembali meninggi. Buru-buru ia melakukan teknik pernapasan untuk meredam emosinya.

“Buat Omma, hanya mimpi Vini yang penting. Jika aku berada di posisi Vini, apa Omma juga akan berusaha sekeras ini?”

Oppa[2]!” gantian Davinia yang menegur saudara kembarnya.

Wae?[3]” Davin balik bertanya dengan menggunakan bahasa ayahnya. “Itu kenyataan! Di mata Omma, hanya kamu dan mimpimu yang penting. Apa benar kita tumbuh bersama dan lahir dari rahim yang sama?!”

Oppa keterlaluan! Omma bukannya nggak peduli pada impian Oppa, tapi Omma mikirin apa impian Oppa akan bener bawa manfaat bagi Oppa nantinya. Oppa tuh anak laki-laki, suatu saat Oppa akan menikah dan harus menghidupi anak orang. Karenanya, Omma ingin memberikan yang terbaik buat Oppa, biar Oppa—”

“Menjadi pembalap pun bisa menghidupi anak orang,” potong Davin.

“Ya. Aku paham. Tapi bagi Omma, impian Oppa untuk menjadi pembalap motor cross itu berbahaya.”

“Kamu nggak jadi crosser, tapi kamu kecelakaan sampai kakimu patah. Setiap hal, sekecil apa pun itu pasti punya risiko.”

Davinia terdiam, menatap sang kakak dengan kesal. Sedang Ranti masih berdiri, kini kepalanya tertunduk.

Lihat selengkapnya